loading...
Amerika Serikat (AS) mengembangkan satelit pemburu yang disebut Jackal untuk menargetkan satelit musuh yang mendatangkan ancaman di luar angkasa. Foto/Futurism
Laman Futurism, Kamis (2/2/2023) melaporkan bahwa Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) baru saja mengajukan dokumen yang merinci rencana peluncuran uji coba dua satelit mata-mata sektor swasta. Di orbit, kedua satelit yang disebut Jackal (Serigala) akan terlibat dalam latihan yang oleh perusahaan sebagai "pengejaran orbital" atau space tag.
Meskipun misi ini tidak akan menjadi pertempuran udara "Star Wars", pembuat teknologinya jelas untuk menghadapi perang luar angkasa. “Konflik selalu ada yang dimulai dengan persaingan,” kata Even "Jolly" Rogers, mantan Mayor Angkatan Udara AS dan CEO serta salah satu pendiri True Anomaly, kepada Wired.
Baca juga; Selangkah Lebih Maju, Inggris Tunjukkan Desain Tahap Awal Reaktor Nuklir Luar Angkasa
Meskipun Jackal tidak dilengkapi dengan segala jenis senjata, laser, atau persenjataan jenis bahan peledak, mereka memiliki beberapa fungsi selain mengintai. Laporan Wired, Jackal dibangun untuk mendekati satelit lain dan mengumpulkan informasi tentang pengawasan musuh, sistem senjata, atau membantu mencegat komunikasi.
“True Anomaly merevolusi keamanan dan keberlanjutan ruang angkasa. Dengan teknologi misi terintegrasi penuh yang dirancang untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat dan Sekutunya,” keterangan situs web perusahaan.
Kemampuan rendezvous proximity operations (RPO) satelit pemburu Jackal bukanlah hal yang benar-benar baru, dan memiliki sejumlah kegunaan praktis non-perang, seperti mengangkut benda-benda di orbit. Namun, Rogers menegaskan bahwa True Anomaly dirancang untuk beradaptasi dengan politik global dan orbital yang sudah menciptakan rivalitas.
Baca juga; SpaceX Kirim 53 Satelit Starlink ke Orbit, Tandai Kesuksesan 200 Misi Roket Falcon 9
“Apa yang berbeda dari True Anomaly adalah caranya menampilkan satelitnya lebih sebagai sistem pengejaran, bukan sistem pencitraan atau pengumpulan intelijen,” Kaitlyn Johnson, Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic & Studi Internasional.
(wib)