Peringatan itu muncul setelah suhu panas ekstrem hampir 50 derajat Celsius tercatat di beberapa bagian Teluk Arab, termasuk Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab (UEA), dan Kuwait, dalam beberapa pekan terakhir.
Pakar kesehatan setempat mengatakan kematian terkait suhu panas menjadi hal biasa di Timur Tengah.
Baca juga: Kebakaran Besar Melahap Kilang Minyak Dekat Teheran Iran
Dalam studi yang baru diterbitkan berjudul 'Bisnis seperti biasa akan menyebabkan gelombang panas super dan ultra-ekstrim di Timur Tengah dan Afrika Utara' yang diterbitkan dalam jurnal Nature, para peneliti menemukan proyeksi iklim global menunjukkan intensifikasi musim panas yang sangat ekstrem di Timur Tengah pada tahun-tahun mendatang.
Baca juga: Kawanan Gajah Liar Ngamuk di China, Sebabkan Kerugian Rp15 Miliar
“Paruh kedua abad ini akan menyaksikan kondisi gelombang panas super dan ultra-ekstrim yang belum pernah terjadi sebelumnya akan muncul,” ungkap laporan studi tersebut.
Baca juga: Sejarawan Yahudi Sarankan Solusi 2 Negara untuk Konflik Palestina dan Israel
"Peristiwa ini melibatkan suhu yang sangat tinggi (hingga 56 derajat Celsius dan lebih tinggi) dan akan berlangsung lama (beberapa pekan), berpotensi mengancam jiwa manusia," ungkap penulis utama George Zittis, dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (CARE-C) di Institut Siprus.
Studi tersebut mengklaim pada akhir abad ini sekitar setengah dari populasi Timur Tengah, sekitar 600 juta orang, dapat terkena gelombang panas ultra-ekstrim yang berulang setiap tahun.
Diperkirakan sebagian besar populasi yang terpapar, lebih dari 90%, akan tinggal di pusat kota dan perlu mengatasi kondisi cuaca yang mengganggu masyarakat ini.
Para ahli mendukung temuan laporan Nature kepada Al Arabiya English.
Pada akhir Mei, beberapa stasiun cuaca melaporkan suhu hingga 49 derajat Celsius di seluruh Arab Saudi, Irak, Iran, Oman, UEA, dan Kuwait.