Menurut HNW, radikalisme PKI yang memusuhi dan korbannya dari kalangan TNI AD, agama dan tokoh-tokoh Islam telah digagalkan berkat kesatupaduan TNI AD dengan ormas agama Islam, seperti Muhammadiyah dengan Kokamnya dan NU dengan GP Anshornya. Kesaktian Pancasila yang menghadirkan kesatupaduan TNI dengan umat Islam, berhasil selamatkan NKRI dan Pancasila. Baca juga: Kekuatan Militer Indonesia di Mata Dunia: Jumlah Personel hingga Alutsista yang Dimiliki
Kesatupaduan TNI dengan umat Islam, juga berhasil mengalahkan radikalisme serta terorisme G30S PKI yang secara nyata mengulangi kejahatannya terhadap Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila. “Agar NKRI dan generasi muda, tidak kembali jadi korban kejahatan dan bahaya laten terorisme dan radikalisme PKI dengan ideologi komunismenya," ujar HNW dalam keterangannya dikutip, Selasa (5/10/2021).
"Jangan saat memperingati Hari Kesaktian Pancasila malah menghadirkan isu soal radikalisme agama, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan radikalisme agama dan agama yang mana? Sebab itu bisa memunculkan saling curiga dan meretakkan kesatuan bangsa, dan memandang negatif kepada agama. Padahal agama dengan ormas Islamnya justru telah diakui negara sebagai pihak yang berjasa menyelamatkan ideologi Pancasila dan NKRI dari radikalisme dan terorisme G30SPKI,” sambungnya.
HNW juga mendukung upaya menghadirkan kebanggaan generasi muda atas jasa-jasa para pahlawan nasional yang telah menghadirkan Indonesia merdeka dengan ideologi Pancasila dan NKRI-nya. Karenanya semua upaya mengkaburkan sejarah perjuangan pahlawan, baik dari kalangan nasionalis kebangsaan seperti Bung Karno, Hatta, Yamin, A Subarjo, maupun masionalis keagamaan Islam seperti KH Wahid Hasyim, KH Abdul Kahar Mudzakkir, Agus Salim, Kasman Singodimejo, M Natsir, termasuk nasionalis keagamaan non Islam seperti AA Maramis harus ditolak.
“Upaya pengaburan sejarah itu harus dikoreksi dan ditolak, agar generasi muda mempunyai kebanggaan terhadap sejarah dan keunggulan bangsanya. Dan wajar bila hal negatif itu juga ditolak dan dikoreksi termasuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” jelasnya.
Hal ini disampaikan HNW menanggapi pernyataan Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid yang menyebut adanya kaum radikal dan intoleran yang kerap berusaha menghilangkan atau mengaburkan sejarah bangsa agar pemuda Indonesia tidak mempunyai kebanggaan terhadap bangsanya. HNW sependapat bahwa sejarah bisa menjadi salah satu rujukan dalam menghadirkan kebijakan anti radikalisme dan terorisme tersebut.
“Kita harus menolak intoleransi dan radikalisme, serta mewaspadai upaya-mengaburkan sejarah. Apalagi, belakangan ada berbagai pihak yang bermanuver untuk mengaburkan sejarah, seperti tuntutan pencabutan TAP MPRS no XXV/1966 tentang pembubaran PKI dan pernyataan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, ada pula, upaya dalam “Kamus Sejarah Indonesia” yang sempat disusun oleh Ditjen Kebudayaan Kemendikbud yang mengaburkan sejarah pemberontakan PKI tahun 1965 dan menghilangkan peran tokoh-tokoh bapak bangsa dari umat Islam. Seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, Mr Syafrudin Prawiranegara, M Natsir pada jilid 1 buku yang membahas periode pembentukan negara Indonesia.