Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengaku khawatir, atas kebijakan tersebut. Menurutnya, vaksinasi anak dan guru mutlak dituntaskan di sekolah terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya PTM Terbatas.
Baca juga: Kampus Mengajar, Begini Cara Mahasiswa UNY Latih Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SD
Berdasarkan data Kemenkes dan Kemendikbudristek, progres vaksinasi anak usia 12-17 secara nasional masih lambat, baru mencapai 9,6 persen untuk dosis pertama. Padahal sasaran vaksinasi anak usia 12-17 tahun sebanyak 26.705.490 orang.
Data Kemenkes per 19 Agustus 2021 menunjukkan, baru 2,55 juta anak yang disuntik tahap pertama dan 1,16 juta anak mendapatkan dosis kedua. "Artinya meskipun sekolah di PPKM Level 1-3 tapi syarat vaksinasi anak belum terpenuhi,” ujar Iman dalam keterangan pers, Senin, (23/8/2021).
Sekretaris Nasional (Seknas) P2G Afdhal menyoroti perbandingan kuantitas siswa yang sudah divaksinasi dengan rombongan belajar (rombel) atau kelas. "Dari data vaksinasi anak ini, perbandingannya 10:100," ungkapnya.
Baca juga: Rencana Belum Matang, Kemendikbudristek Diminta Tunda Asesmen Nasional
Seandainya satu kelas terdiri dari 30 siswa, hanya tiga orang saja yang sudah divaksinasi dan 27 siswa yang belum divaksinasi. "Perbandingan siswa yang sudah divaksinasi dengan yang belum sangat jauh. Jadi herd immunity di sekolah saja belum terbentuk. Tentu ini sangat membahayakan keselamatan anak," ungkap guru Sosiologi ini.
Selain vaksinasi, Afdhal meminta Kemdikbudristek harus konsisten dengan kebijakannya sendiri, yang telah membuat dasbor kesiapan belajar yang diisi sekolah. Data dasbor per Minggu, 22 Agustus 2021, menunjukkan baru 57,68 persen atau 309.709 sekolah dari seluruh Indonesia yang mengisi daftar periksa. Sisanya, 42,32 persen atau 227.191 sekolah belum mengisi.
Sebanyak 57,68 persen sekolah sudah mengisi kesiapan PTM, namun Pemda perlu melakukan asesmen dan verifikasi terlebih dulu. Sedangkan belum tentu sekolah yang sudah mengisi dasbor benar-benar siap melakukan PTM, maka dari itu dibutuhkan verifikasi faktual.
"Jangan sampai Mendikbudristek memaksa membuka sekolah yang sejatinya belum siap infrastruktur dan sarana pendukung prokes. Sangat besar risikonya bagi keselamatan anak dan guru,” tambah Afdhal.