Zona beku itu terletak di utara Greenland. Meskipun lapisan esnya tumbuh dan menyusut secara musiman, sebagian besar es laut Arktik di wilayah ini dianggap cukup tebal untuk bertahan melalui hangatnya musim panas.
BACA JUGA - Diburu seperti Oksigen, Harga Obat Avigan di Indonesia Sentuh Rp23 Jutaan?
Kendati demikian, selama musim panas tahun 2020, Laut Wandel di bagian timur dari Area Es Terakhir (Last Ice Area) di Kutub Utara ini telah kehilangan 50 persen es lapisan atasnya.
Dalam studi baru, para peneliti menemukan bahwa kondisi cuaca ikut mendorong penyusutan lapisan es tebal di Area Es Terakhir di Kutub Utara tersebut.
Akan tetapi, perubahan iklim dinilai lebih memungkinkan hal itu terjadi secara bertahap, menipiskan es yang telah lama ada di Area Es Terakhir tersebut dari tahun ke tahun.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pemanasan global, sebagai dampak dari perubahan iklim, dapat mengancam kawasan lebih dari yang diperkirakan model iklim sebelumnya.
Saat perubahan iklim mencairkan wilayah lain di Kutub Utara, hal itu dapat menimbulkan masalah bagi hewan yang bergantung pada es untuk berkembang biak, berburu, dan mencari makan.
"Area Es Terakhir telah dianggap sebagai tempat perlindungan bagi spesies yang bergantung pada es di masa depan," kata penulis studi Kristin Laidre, peneliti utama di Pusat Sains Kutub dan asisten profesor di Fakultas Ilmu Perairan dan Perikanan Universitas Washington (UW), dikutip dari Live Science, Minggu (4/7/2021).
Wilayah Last Ice Area membentang lebih dari 2.000 km, membentang dari pantai utara Greenland ke bagian barat Kepulauan Arktik Kanada.
Di wilayah tersebut, es laut Arktik biasanya berusia setidaknya 5 tahun, dengan ketebalan lapisan es sekitar 13 kaki atau sekitar 4 meter.