loading...
“Bansos seperti buah simalakama. Dalam jangka panjang pemberian bansos akan memanjakan masyarakat karena menciptakan ketergantungan dan pola hidup konsumtif,” terang Wakil Ketua DPRD DIY DIY Huda Tri Yudiana kepada wartawan dalam sarasehan di Coffe and Resto Taru Martani, Yogyakarta Sabtu (11/7/2020).
Meski demikian Huda menegaskan dalam situasi seperti saat ini, keberadaan Bansos masih sangat dibutuhkan. Pandemi COVID-19 tak hanya berimbas pada masalah kesehatan namun juga ekonomi. Masyarakat yang terdampak pandemi ini juga makin luas termasuk di DIY.
Baca Juga:
Untuk itu, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai Pemda DIY perlu berinovasi agar bantuan sosial mampu menumbuhkan rasa sosial di masyarakat dan bisa menggerakan perekonomian secara berkelanjutan. “Dibutuhkan modifikasi bantuan sosial. (Bansos) Dialokasikan untuk program yang sifatnya recovery ekonomi,” terangnya.
Untuk membangkitkan ekonomi skala besar, lanjut Huda perlu dorongan masyarakat. Segala mancam upaya telah dilakukan pemerintah tidak akan berarti tanpa peran masyarakat. “Bagaimana peran serta masyarakat, saling menolong, karena kita tidak tahu sampai kapan (pandemi) selesai. Yang membuat DIY sampai saat ini (bertahan) salah satunya karena rasa gotong royong,” terangnya.(Baca juga : PD Taru Martani Harus Bisa Jadi Bulognya DIY)
Huda menyebut Pemda DIY merencanakan pemberian bansos selama tiga bulan. Namun saat ini kemampuan keuangan daerah tengah drop. Melihat kemampuan keuangan daerah ini, Huda memprediksi pemberian bansos oleh Pemda DIY tidak akan dilanjutkan. Dari catatan Huda, alokasi dana bansos oleh Pemda DIY sebesar Rp204 miliar untuk 110 ribu kepala keluarga (KK). Saat ini sudah tersalurkan kisaran Rp179 miliar, dari jumlah itu sebagian penerima ada yang mengembalikan.
Peneliti dari Lembaga Pengkajian Kebijakan Publik (LPKP), Ardiyanto menyebut ekonomi DIY sangat dipengaruhi dua sektor utama yakni pendidikan dan pariwisata. Kalau saat ini sekolah dan perguruan tinggi ditutup, aktivitas pendidikan ditutup serta tempat pariwisata juga ditutup maka berpengaruh terhadap sektor tersier yang menyumbang hampir dua pertiga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
“Kita tidak tahu pandemi akan berakhir. Masih tanda tanya vaksinnya. Yang dialami masyarakat DIY sekarang lebih berat dari situasi bencana sepuluh dan 20 tahun terakhir. Gempa bumi 2006 dan erupsi Merapi 2010. Dampak ekonomi tapi dalam jangka waktu tertentu bias teratasi tetapi pandemic COVID-19 dampak lebih luas,” terang mantan anggota DPRD Kota Yogyakarta ini.
Ardiayanto menambahkan, yang menarik dari sisi sosial khususnya di masyarakat DIY ketika menhadapi bencana terbukti kuat. Masyarakat DIY dalam data BPS 2018 itu masyarakat yang paling tinggi dari sisi kreativitas dibuktikan dengan persentase tingkat perkumpulan masyarakat. Acara bareng masyarakat DIY paling tinggi dibanding provinsi lain.
"Kekuatan daya tahan orang Indonesia bergantung tingkat kohesivitas. Ikatan kuat saling bantu. Dana berapa pun dari pemerintah masyarakat tidak menunggu. Gerakan sosial saling bantu masih kuat di masyarakat DIY,” terangnya.
(nun)