loading...
Namun, meski tidak dilakukan pembelajaran tatap muka, tahun ajaran baru 2020/2021 tetap dilaksanakan pada pertengahan Juli 2020. Belum dapat dipastikan kapan dunia pendidikan bisa kembali melakukan kegiatan secara normal. Namun, berdasarkan sekenario yang telah di sepakati, paling cepat sekolah akan dimulai pada awal tahun 2021.
"Dimulainya tahun ajaran baru pada 13 Juli 2020 bukan berarti memperbolehkan siswa belajar di sekolah. Keputusan belajar di sekolah akan terus dikaji berdasarkan rekomendasi Gugus Tugas percepatan penanganan covid-19," jelas Pelaksan Tugas Direktur Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhamad di Jakarta, kemarin.
Baca Juga:
Sebagian besar daerah masih akan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), terutama di daerah zona merah dan kuning. Sementara untuk zona hijau meskipun bisa dilakukan proses pembelajaran tatap muka tetapi masih dilakukan kajian mendalam. (Baca: Menuju New Normal, UGM Longgarkan Kegiatan Kampus)
Hamid mengatakan, keputusan untuk tidak memundurkan tahun ajaran baru karena adanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). "Kita tidak bisa dengan mudah mengundurkan, karena sudah ada pengumuman kelulusan SMA dan SMP, jika di mundurkan kasihan pada mereka yang sudah lulus. Di perguruan tinggi juga sudah ada seleksi SNMPTN dan juga SBMPTN, ini juga harus disinkronkan,"ungkapnya.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan untuk membuka kegiatan belajar secara langsung pada Desember 2020. Usalan ini berdasarkan dari kondisi yang masih terus bertambahnya jumlah kasus covid-19. Pelonggaran Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang memungkinkan terjadinya lonjakan kedua.
"Sudah ada keputusannya untuk tidak membuka kegiatan sekolah sampai dengan akhir tahun. Karena melihat masih ada penambahan kasus di sejumlah daerah dan juga mempertimbangkan kondisi anak-anak yang cenderung aktif," jelas anggota Satuan Tugas Covid-19 IDAI, Anggraini Alam. (Baca juga: Gugus Tugas Umumkan 9 Sektor Ekonomi Ini Kembali Dibuka)
Pembukaan sekolah bisa dipertimbangkan jika jumlah kasus Covid-19 di Indonesia turun. Selama sekolah masih ditutup IDAI pun menganjurkan agar kegiatan belajar mengajar dilaksanakan lewat sekema PJJ.
Hal ini berdasarkan masih tingginya kasus penularan virus corona pada anak-anak di Indonesia. "Sampai saat ini saja total kasus anak-anak yang terpapar covid-19 mencapai 5% dari total kasus yang dilaporkan kepemerintah,"jelas Anggraini.
Sementara itu, jumlah anak yang meninggal dunia dengan berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) covid-19 berjumlah 129 orang dari 3.324 anak yang dinyatakan sebagai PDP. "Masih terjadi penambahan kasus dan belum menunjukkan tren penurunan jadi sebaiknya jangan gegabah untuk membuka kembali kegiatan belajar meskipun kawasan tersebut masuk dalam zona hijau. Tunggu sampai benar-benar kasusnya nihil,"tegasnya.
Anggraini menambahkan, apabila di awal tahun sekoah akan dibuka, harus ada pemeriksaan tes Covid-19 secara berkala. Hal ini untuk memastikan murid, guru dan petugas sekolah aman. Pihak sekolah harus aktif melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat apabila ada yang sakit. Mengingat poteni penularan covid-19 kepada anak-anak sangat besar, sekolah harus bersikap tegas untuk memperhatikan protokol kesehatan sesuai dengan arahan pemerintah. (Baca juga: New Normal, Ini yang Harus Disiapkan Ibu dan Anak Menjelang Masuk Sekolah)
Anggota DPR Komisi X yang membawahi bidang pendidikan, Andreas Hugo Parreira, menyarankan agar Kemendikbud bekerjasama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika membuat aplikasi pembelajaran jarak jauh, sehingga meski nantinyadi terapkan 'New Normal' atau Adaptasi Kehidupan Baru di sektor pendidikan anak-anak tidak perlu datang ke sekolah.
"Metode pelaksanaan pendidikan nantinya harus didetailkan karena menyangkut berbagai aspek, salah satunya ya aspek keamanan anak-anak," tutur Andreas Politisi PDI Perjuangan ini mengingatkan nantinya aplikasi tersebut harus bisa diterapkan secara gratis. Sebab tidak semua orang tua murid mampu membeli kuota internet untuk mengakses aplikasi.
Pengamat pendidikan Doni Koesoema, menilai, jika di tahun ajaran baru menggunakan metode PJJ pemerintah harus memiliki solusi yang tepat. Pemerintah perlu memberikan subsidi pulsa untuk peserta didik. Agar seluruh peserta didik lebih maksimal belajar di rumah. "Kalau tidak mau mensubsidi, berarti beban belajar anak harus dikurangi. Jangan streaming terus selayaknya belajar normal di sekolah," katanya. (Aprilia S Andyna)
(ysw)