Liputan6.com, Lebak - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan alat utama sistem pertahanan (alutsista) pihaknya akan mengutamakan untuk membeli produksi dalam negeri karena kualitasnya tidak kalah dengan produk impor.
"Kita lebih mencintai alutsista produksi anak-anak bangsa dibandingkan harus membeli dari luar negeri tetapi dengan cara korupsi," kata Mahfud di Ponpes Cidahu Pandeglang, Banten, Minggu (2/2/2020).
Kebijakan pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi sekarang dalam pengadaan perlengkapan alutsista harus dilakukan dengan pembelian dari dalam negeri mulai dari meriam, tank baja, peluru, senapan hingga kapal perang.
Menurut dia, alutsista produk anak-anak bangsa sudah menyamai standar kualitas internasional seperti yang dihasilkan oleh PT Pindad Bandung dan PAL Surabaya. Bahkan, produksi alutsista PT Pindad Bandung dan PAL Surabaya juga telah diekspor ke sejumlah negara di Afrika dan Asia.
"Kita beli kapal perang di dalam negeri karena punya uang sendiri. Jika tidak ada, beli di luar negeri, tetapi harus jujur dan tidak dikorupsi," kata Mahfud seperti dikutip Antara.
Ia mengatakan, pihaknya juga merasa aneh jika di era reformasi ini Indonesia punya PT Pindad yang sudah mampu membuat alutsista namun masih harus beli di luar negeri.
Ia menerima laporan saat dirinya menjabat Menteri Pertahanan, terjadi di salah satu instansi pada zaman Orde Baru ketika membutuhkan senapan untuk jarak tembak 100 meter harus dilelang.
Saat itu, kata dia, PT Pindad menawarkan dengan harga satu pucuk senjata Rp 100 ribu. Namun, salah satu perusahaan di Singapura menawarkan Rp 250 ribu/senjata. Pelelangan itu dimenangkan oleh perusahaan dari Singapura dengan alasan beda kabel. Padahal, perusahaan Singapura itu membeli senjata dari PT Pindad Bandung.
Kejadian seperti itu, kata dia, tentu ada permainan kotor dari pejabat tertentu untuk meraup keuntungan.
"Sekarang semua persenjataan dibeli di dalam negeri sendiri," katanya menjelaskan.
Pesawat Hercules
Ia mengatakan, dirinya saat menjabat Menteri Pertahanan juga menerima laporan bahwa hanya dua dari 22 pesawat Hercules yang bisa dioperasikan.
Sedangkan, 20 pesawat Hercules lainnya tidak bisa beroperasi karena mesinnya dipindahkan, sebab saat itu Indonesia terkena embargo senjata dari Amerika Serikat.
Karena itu, dirinya diperintahkan Presiden agar 20 pesawat Hercules itu bisa beroperasi sehingga membeli alutsista dari perusahaan di Yordania.