loading...
Pernyataan Endi tersebut merupakan tanggapannya terhadap keinginan DPR untuk memperhatikan secara khusus nasib tenaga hinorer dalam revisi UU ASN. Menurut Endi, penataan pegawai honorer itu suatu keharusan, namun tidak perlu lewat revisi UU.
“Penuntasan honorer itu harus tapi bukan di revisi UU. Dengan segala hormat kepada para tenaga honorer, saya katakan pengangkatan langsung bukanlah solusi. Birokrasi kita tidak boleh dengan kompromi atau rasa kasihan. ASN kita harus tetap melalui seleksi sebagaimana UU ASN,” ujarnya.
Baca Juga:
Dia mengatakan, ada banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk menuntaskan tenaga honorer tanpa harus melakukan revisi UU. Hal ini yang harus dikejar oleh DPR. Apalagi aturan teknis UU ASN belum juga dirampungkan pemerintah.
“Bisa dengan golden shake hand atau ditingkatkan kompetensinya untuk ikut ujian ASN. Lagi pula DPR perlu mengejar pemerintah untuk menuntaskan aturan teknis UU ASN. Saya sepakat tenaga honorer harus segera dituntaskan sehingga tidak terus-terusan menjadi isu politik tapi dengan cara lain,” paparnya.
Menurut dia, jika aturan teknis ASN sudah dituntaskan dan dilaksanakan, barulah dapat dievaluasi. Setelah evaluasi baru dapat diputuskan apakah UU tersebut harus direvisi atau tidak. “Aturan teknis dituntaskan dulu. Setelah tiga tahun dilihat dan dievaluasi. Barulah diputuskan untuk direvisi atau tidak UU ASN itu,” katanya.
Endi meminta pemerintah memiliki arah yang jelas terkait reformasi birokrasi. Dia menyebut isu akhir-akhir ini tidak jelas karena begitu banyak hal yang drencanakan pemerintah. “Kita itu pusing dengan berbagai isu yang muncul. Mulai dari perampingan eselon, penggunaan artificial intelligence (AI), kemudian soal sistem kerja yang fleksibel. Itu terombang-ambing isu, tidak jelas arah reformasi birokrasi kita,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Hukum dan HAM telah menyepakati 247 rancangan undang-undang (RUU) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dari jumlah itu, 50 di antaranya merupakan RUU prioritas 2020.
Salah satunya RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Wakil Ketua MPR yang juga anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid mengatakan, jika RUU UU ASN menjadi prioritas, maka pemerintah perlu membuat terobosan dalam mengatur pegawai kontrak yang bekerja untuk pemerintah.
“Mereka yang paling banyak adalah perawat dan pendidik. Pemerintah perlu memberikan tempat kepada mereka yang sudah lama mengabdi sebagai bentuk penghargaan. Nah regulasinya nanti diatur di situ, apakah dia masuk sebagai PNS tetap, ASN, atau tenaga fungsional yang bekerja untuk pemerintah. Bentuknya seperti tenaga kontrak pegawai atau bentuk yang lain, itu soal yang perlu dipikirkan,” tandas Jazilul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo membenarkan soal revisi UU ASN. Dia mengaku ditugaskan untuk mewakili pemerintah dalam melakukan pembahasan bersama DPR. “Presiden menugaskan Menkumham dan Menkeu serta Menpan-RB untuk mewakili pemerintah,” ungkapnya.
Dia mengatakan, revisi tersebut merupakan inisiatif dari DPR. Di mana ada dua isu perubahan yang disusulkan oleh DPR. “Pertama soal pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS tanpa tes termasuk mereka yang usianya di atas 35 tahun. Kemudian berkaitan dengan pembubaran KASN,” ujarnya.
Ditanyakan sikap pemerintah terkait usulan tersebut, Tjahjo enggan berkomentar banyak. Dia mengatakan masih menunggu draf dari DPR untuk nantinya pemerintah menyerahkan daftar isian masalah (DIM). “Ya belum bisa bicara. Menunggu usulan yang diajukan DPR. Pemerintah menunggu dan dibahas bersama,” katanya.
(don)