Tuesday, July 25, 2023

Denny Indrayana Sebut MK Harus Dijaga dan Dikontrol agar Merdeka dari Kepentingan Politik Siapapun

0 comments

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus dijaga agar merdeka dari kepentingan politik siapapun.

Hal tersebut terkait gugatan uji formil aturan batas minimal usia pencalonan capres-cawapres, yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke MK, yang belum diputus hingga saat ini.

Denny menduga gugatan tersebut diajukan PSI dalam rangka mendorong peluang putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres di 2024.

Sebab, menurut Denny, PSI tak bisa dilihat sebagai partai politik yang independen. Sebab, rekam jejaknya yang kerap tegak lurus sejalur dengan kepentingan Presiden Jokowi.

Baca juga: Buntut Dilaporkan MK, Denny Indrayana Dinonaktifkan dari Jabatan Vice President KAI

Terkait hal ini, Denny kemudian menyoroti potensi Mahkamah Konstitusi (MK) akan menabrak norma dan etika konstitusional jika mengabulkan permohonan penurunan batas usia pencalonan capres-cawapres.

"Justru karena faktor Gibran-Jokowi, maka MK akan menabrak norma dan etika konstitusional kalau memutuskan batas umur turun menjadi 35 tahun," kata Denny, melalui keterangan pers tertulis, Senin (24/7/2023).

Menurutnya, MK adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka berdasarkan konstitusi.

"Namun, dalam realitas konteksnya, MK yang merdeka harus diperjuangkan, dan dikondisikan bersih dari pengaruh politik kekuasaan, termasuk Presiden Jokowi," ujarnya.

Sehingga, Denny menyebut, MK harus dijaga dan dikontrol agar merdeka dari kepentingan politik siapapun.

"Saya berpendapat, MK harus dijaga dan dikontrol agar merdeka dari kepentingan politik siapapun yang mendorong peluang pencawapresan Gibran Jokowi," ucap Denny.

Baca juga: Denny Indrayana Minta 9 Hakim Konstitusi Hadir saat Dirinya Jalani Sidang Etik oleh DPP KAI

Selain itu, jelas Denny, posisi Ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi menimbulkan persoalan etik konstitusional.

"Bagaimana kita bisa yakin, standar etik Ketua MK akan berpihak kepada Republik, kalau Anwar Usman masih merasa etis dan elok bertemu kakak iparnya Jokowi, saat esok harinya membacakan putusan strategis sepenting sistem Pemilu legilatif tertutup atau terbuka," jelas Denny.

"Menurut standar etika yang normal, semestinya Anwar Usman menolak makan malam dengan sang kakak ipar Jokowi, demi menjaga marwah, kemerdekaan, dan kehormatan MK."

Adblock test (Why?)



No comments:

Post a Comment