Rekaman tersebut, yang dikumpulkan oleh Sandia National Laboratories, Los Alamos National Laboratory dan US National Nuclear Security Administration (NNSA), menunjukkan uji terbang berlangsung 25 Agustus di Tonopah Test Range, bagian dari Nevada Test and Training Range yang juga menampung Area 51.
Video uji coba penjatuhan bom nuklir inert dengan kecepatan supersonik ini juga diunggah ke YouTube oleh The Drive. (Baca: Banyak F-18 Super Hornet dan F-22 Raptor AS Gagal Memenuhi Target Misi)
Kantor Program Gabungan F-35 Pentagon sebelumnya menerbitkan foto-foto pada bulan Juni dari tes lain di Pangkalan Angkatan Udara Edwards California di mana F-35 juga menjatuhkan bom nuklir B61-12 inert.
"Ini adalah tes pertama untuk melatih semua sistem, termasuk mekanik, elektrik, komunikasi dan pelepasan antara B61-12 dan F-35A," kata Steven Samuels, seorang manajer dengan Tim Sistem B61-12 Sandia, dalam siaran pers hari Senin (23/11/2020).
“Tes terbaru adalah bagian penting dalam program F-35A dan B61-12. Di atas pesawat tempur terbaru, B61-12 memberikan bagian yang kuat dari strategi pencegahan nuklir secara keseluruhan untuk negara kita dan sekutu kita," ujarnya.
B61-12 adalah versi terbaru dari keluarga bom gravitasi nuklir B61 yang dijatuhkan dari udara, diperkenalkan pada tahun 2015. Dengan panjang hanya 12 kaki, senjata dengan hasil variabel dapat dimuat di dalam ruang senjata internal F-35, yang berarti seperti sepupunya; F-22 Raptor, tidak perlu mengorbankan teknologi silumannya untuk membawa bom. B61-12 memiliki empat opsi hasil; 0,3 kiloton, 1,5 kiloton, 10 kiloton dan 50 kiloton.
F-35 bukan satu-satunya pesawat AS yang mampu mengirimkan senjata nuklir dengan kecepatan supersonik. F-15 Eagle dan F-16 Falcon juga dapat membawa bom B61. Bahkan, F-15 telah disertifikasi untuk membawa versi baru dari bom tersebut. Pesawat siluman B-2 Spirit subsonik juga tak hanya dapat membawa B61, tetapi juga secara unik menggunakan bom termonuklir B83 yang jauh lebih besar.
Meskipun tes dengan bom nuklir inert berhasil, F-35 belum disertifikasi untuk membawa senjata nuklir asli dan upgrade Block 4 pesawat telah ditunda hampir setahun, hingga setidaknya Maret 2021. Upgrade perangkat lunak diperlukan agar komputer besar pesawat tersebut mampu "berbicara" dengan komputer bom secara akurat.