Sunday, October 25, 2020

Pasukan Muslim Kepung Kota Bahrasir, Ajakan Damai Raja Persia Ditolak

0 comments
MALAM itu Sa’ad bin Abi Waqqash sedang memikirkan posisinya dalam menghadapi Mada'in, Ibu Kota Persia. Akan diserangnyakah bersama pasukannya yang sekarang masih riang gembira dimabuk kemenangan, dan mereka memang ingin sekali menyerbunya? Atau akan membiarkan mereka beristirahat selama beberapa hari kemudian berangkat bersama ke sana? (Baca juga: Pasukan Muslim Merangsek ke Ibu Kota, Sejumlah Komandan Kompi Persia Tewas)

Kota itu sudah dekat. Kalau dia berhenti hanya sampai di situ, tindakannya ini akan menggoda pihak Mada'in untuk mempertahankannya. Jadi lebih baik diserbu dengan mendadak. Oleh karena itu ia memerintahkan pasukannya — bila malam sudah sunyi — supaya berangkat dan bermarkas di Bahrasir.

Bahrasir adalah daerah pinggiran kota Mada'in, di tepi Sungai Tigris ke sebelah kanan, sedang Mada'in berhadapan di tepi sebelah kirinya. Jadi termasuk bagiannya, hanya dipisahkan oleh sungai. Letak Mada'in sekitar dua puluh mil di selatan Baghdad, yang ketika itu merupakan sebuah desa yang tidak berbeda dengan desa-desa lain di bagian Sungai Tigris. (Baca juga: Perang Kadisiah: Mukjizat Pasukan Muslim dan Nujum Panglima Perang Persia)

Sejak lama di masa silam Mada'in sudah merupakan ibu kota Iran menggantikan Babilon, bahkan kemudian melebihinya dari segi keindahan, kemegahan dan keagungannya. Kendati sudah berulang kali menjadi sasaran serbuan Romawi dan sudah sering pula jatuh ke tangannya — di samping istananya yang selalu kacau dan terjadi beberapa kali pergolakan — namun kemegahan dan keindahannya tidak berubah.

Oleh karena itu mata dunia banyak tertuju ke sana. Namanya pun sudah begitu merangsang imajinasi semua orang, membangkitkan segala rasa kagum dan pesona, yang tidak demikian dengan nama Roma atau Konstantinopel.

Baca Juga:

Di sinilah bertemunya segala arti kemegahan dan kemewahan Timur dalam bentuknya yang paling indah dan paling banyak diilhami oleh dewa-dewa kesenian dan kepenyairan. (Baca juga: Perang 24 Jam: Panglima Persia Menemui Ajalnya Saat Zuhur Tiba)

Kalau begitu, tidak heran pasukan Muslimin yang bertolak ke sana semua membawa kerinduan ingin menyaksikannya, menyaksikan hal-hal yang tak pemah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga. Memang tidak heran kalau gambaran ini menambah semangat dan keberanian mereka untuk menjadikan apa yang tadinya dikira khayal itu kini menjelma di depannya sebagai suatu kenyataan.

Kota Bahrasir dikepung
Sa’ad membawa pasukannya menuju Bahrasir dengan semangat yang masih membara pada pasukan itu. Setiap kuda mereka melangkah maju mereka berhenti kemudian bertakbir berulang kali. Tetapi melihat pihak kota yang bertahan demikian ketat dengan memperkuat diri dan tembok-tembok kota ditutup rapat, maka tak mungkin mereka dapat menyerang. Maka satu-satunya jalan hanyalah dengan mengepungnya. (Baca juga: Dalam Perang Sehari 2.000 Pasukan Muslim Sahid, 10.000 Pasukan Persia Tewas)

Sa’ad segera mengepung kota itu tanpa ada rasa takut ada yang akan menyergapnya dari belakang. la menyebarkan pasukan berkudanya dan menyerang beberapa bagian di Furat dan Tigris. Mereka dapat menyekap seribu petani dan membawa mereka sebagai tawanan. Mereka menggali parit di sekitar mereka. Tetapi petani-petani itu bukan tentara yang biasa berperang, jadi tak ada faedahnya menawan mereka, juga tidak berbahaya kalau dibebaskan. Atas saran Syirzad — seorang penguasa Persia atau dihkan Sabat —kepada Sa’ad mereka dikembalikan ke desa untuk kembali mengolah tanah dan memperbanyak hasil buminya. (Baca juga: Hari Kedua Perang Kadisiah: Pasukan Persia Tanpa Gajah, Pasukan Muslim di Atas Angin)

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment