Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan inovasi obat herbal berbasis eucalyptus. Herbal ini diklaim bisa meredakan gejala Corona seperti gangguan saluran pernafasan, pengencer dahak, pereda nyeri, pencegah mual, anti inflamasi dan efek menenangkan.
Lalu apakah Eucalyptus bisa menyembuhkan orang yang terinfeksi corona atau covid-19? Berikut ulasan lengkapnya yang dirangkum oleh Liputan6.com, Selasa (7/7/2020):
1. Mengenal tumbuhan Eucalyptus
Eucalyptus merupakan jenis pohon asli benua Australia. Meskipun berasal dari Australia, pohon populer ini sekarang tumbuh di banyak wilayah di dunia, termasuk Indonesia. Ada lebih dari 400 spesies eucalyptus yang berbeda.
Pohon ini memiliki kulit kayu yang diresapi getah, batang panjang, dan daun melingkar yang sulit dicerna jika dimakan utuh. Khasiat Eucalyptus berasal dari minyak atsiri yang didapat dari daunnya. Daun dikeringkan, dihancurkan, dan disuling untuk melepaskan minyak esensial. Minyak yang berasal dari pohon kayu putih digunakan sebagai antiseptik, parfum, sebagai bahan dalam kosmetik, dan banyak lagi.
Daun Eucalyptus yang disuling akan menghasilkan minyak yang merupakan cairan tidak berwarna dengan aroma kuat, manis, dan berkayu. Minyak Eucalyptus mengandung 1,8-cineole, juga dikenal sebagai eucalyptol. Daun Eucalyptus mengandung flavonoid dan tanin. Flavonoid adalah antioksidan nabati, dan tanin merupakan antioksidan yang dapat membantu mengurangi peradangan.
Eucalyptus diteliti memiliki aktivitas antimikroba melawan virus, bakteri, ragi, dan jamur berfilamen. Eucalyptus kaya akan 1,8-cineole (88 persen) yang aktif melawan HSV-1 secara in vitro.
Mengutip laman Balitbangtan, setelah uji molecular docking, dilakukan uji in vitro di laboratorium Biosafety Level 3 (BSL-3). Hasilnya menunjukkan, Eucalyptus sp. bisa membunuh 80 – 100 persen beberapa virus.
2. Alasan Kementan Keluarkan Kalung Herbal Eucalyptus
Kepala Badan Litbang Pertanian (Balitbang) Kementan, Fadjry Djufry, memaparkan alasan mengeluarkan produk inovasi dalam bentuk yakni roll on, inhaler, balsam, minyak aromaterapi dan kalung aromaterapi eucalyptus.
Sementara yang menjadi perhatian adalah kalung aromaterapi, menurutnya produk kalung merupakan produk aksesoris aromaterapi yang didesain dalam bentuk seperti name tag yang dikenakan sebagai kalung. Dengan demikian, mudah dibawa kemana saja tanpa khawatir tertinggal atau tercecer.
“Sebenarnya isi kalung itu sama dengan formula yang untuk inhaler. Namun kalau inhaler karena ukuran kecil kadang kita lupa menyimpan atau terselip dimana saat kita akan menggunakannya,” ujarnya.
Kata Fadjry, produk aksesoris aromaterapi ini dalam dunia luas bisa saja didesain sebagai gantungan kunci, kipas atau bentuk lainnya yang mengantar atau menyalurkan aromaterapi.
Produk kalung aromaterapi Balitbangtan diformulasikan berbasis minyak Eucalyptus dan didesain dengan teknologi nano dalam bentuk serbuk dan dikemas dalam kantong berpori.
“Oleh karena itu dibentuk kalung sehingga akan mudah menghirup setiap 2-3 jam sekali 5-15 menit dihirup (didekatkan ke hidung), agar mampu menginaktivasivirus yang berada di rongga hidung,” katanya.
Dengan penggunaan teknologi nano, ukuran partikel bahan aktif menjadi sangat kecil dan luas permukaannya menjadi sangat besar. Sehingga luas bidang kontaknya menjadi sangat besar, dan dapat menekan penggunaan bahan aktif.
Ia pun menjelaskan cara kerja dari kalung antivirus tersebut, aromaterapi yang dihasilkan mengandung bahan aktif 1,8-cineole yang akan merusak struktur Mpro (Main Protein) dari virus, sehingga virus akan sulit bereplikasi dan akhirnya terus berkurang jumlahnya.
Mekanisme ini berbeda dengan shut out yang dari Jepang yang kandungannya adalah CaCl2 (Calcium Chlorida), sejenis garam yang dapat mempengaruhi kejenuhan udara di sekitarnya. Dengan demikian virus tidak nyaman di lingkungan tersebut.
“Produk shut out tidak dihirup seperti kalung eucalyptus. Sehingga kalau kita lebih banyak beraktivitas di luar maka tidak akan efektif. Sementara itu, untuk kalung eucalyptus selama cara pakainya sesuai aturan, diharapkan virus dapat diinaktivasi,” jelasnya.
Fadjry menambahkan bahwa produk ini mengeluarkan aroma secara lepas lambat (slow release), sehingga berfungsi sebagai aromaterapi selama jangka waktu tertentu.
Untuk mendapatkan efek aromaterapi yang optimal, penggunaannya dilakukan dengan cara menghirup aroma dari lubang-lubang kemasannya.
3. Bukan Jimat Anti Corona
Lanjut Fadjry, menegaskan bahwa produk inovasi tersebut tidak diklaim sebagai antivirus corona, melainkan banyak persepsi masyarakat yang menganggap bahwa produk ini sebagai antivirus Corona.
“Kalung ini sebagai aksesori kesehatan. Ini bukan jimat, tidak ada klaim antivirus di situ,” kata Fadjry, dalam konferensi pers Pemanfaatan eucalyptus, Senin kemarin.
Ia pun menjelaskan tulisan “Antivirus Corona” yang tertera dalam kemasan kalung produk herbal eucalyptus tersebut. Kata Fadjry tulisan itu hanya Prototipe atau model kalung aromaterapi yang dipakai oleh kalangan pegawai Kementan saja.
“Ini hanya prototype ya, produksi massal nanti ini (tulisannya) akan menjadi aromaterapi eucalyptus,” tegasnya.
4. Kementan Bukan Produsen Produk Herbal Eucalyptus
Kepala Badan Litbang Pertanian (Balitbang) Kementan, Fadjry Djufry, memaparkan alasan Kementan yang mengeluarkan inovasi produk herbal, dikarenakan Kementan adalah Lembaga pemerintahan, bukan perusahaan.
Kementan dalam hal ini adalah penghasil teknologi termasuk produk eucalyptus. Maka Kementan menggandeng PT Eagle Indopharma sebagai produsen yang akan memproduksi langsung produk hasil inovasi tersebut.
“Balitbangtan sebagai salah satu unit eselon 1 di bawah Kementan, yang memiliki mandat melakukan penelitian dan pengembangan, termasuk meneliti potensi eucalyptus yang merupakan salah satu jenis tanaman atsiri,” kata Fadjry.
Jelasnya, memang saat awal pandemi, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) yang memiliki mandat melakukan penelitian bidang tanaman rempah, obat dan atsiri, sudah menginventarisir beberapa tanaman potensial sebagai peningkat imunitas dan juga antivirus.
“Data ini diperoleh baik dari hasil-hasil penelitian selama hampir 40 tahun Balittro berdiri ataupun dari publikasi ilmiah. Ada sekitar 50 tanaman yang diidentifikasi, dan lebih 20 yang sudah diekstraksi dan diketahui bahan aktifnya,” ujarnya.
Kemudian, dilakukan pengujian oleh Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) terhadap kemampuan antivirus, pada virus influenza dan virus corona model (beta dan gama corona). Kata Fadjry, saat ini di Indonesia, belum ada laboratorium yang mampu menumbuhkan virus SARS-CoV-2 pada sel kultur.
Sehingga, hasil pengujian menunjukkan beberapa ekstrak tanaman potensial sebagai antivirus pada pengujian in vitro pada media tumbuh. Dengan konsentrasi terukur minyak eucalyptus mampu membunuh hingga 100 persen virus influenza maupun virus corona.
“Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah pengembangan produk dengan bahan dasar minyak oleh Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian(BB Pascapanen) yang memiliki kompetensi termasuk pengembangan produk berbasis nanoteknologi,” ujarnya.
Saat ini paten atas produk eucalyptus sudah didaftarkan ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan sudah dilisensi oleh mitra industri.
“Selain itu untuk pemasarannya, ijin edar dari BPOM sebagai obat tradisional sudah keluar. Untuk bisa mendapat ijin edar tentunya sudah melewati proses evaluasi oleh Tim Pakar dari BPOM terkait kemampuannya,” pungkasnya.
5. Diproduksi Akhir Juli 2020
“Produksi untuk inhaler dan roll on akan siap akhir bulan Juli, sementara kalung pada bulan Agustus. Produk ini blum melalui uji klinis, karena Uji klinis harus dilakukan oleh Tim Dokter, dimana untuk kasus uji klinis harus diketuai oleh Dokter spesialis Paru,” Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjry Djufry.
Ia menegaskan bahwa Balitbangtan tidak punya wewenang dan kompetensi melakukan uji klinis. Namun saat ini tawaran untuk uji klinis sudah datang dari UNHAS dan UI.
Sementara untuk tahapan mendapat ijin edar, ia mengatakan tentunya bergantung pada jenis produk dan klaim yang akan didaftarkan. Karena produk eucalyptus sudah dilisensi oleh PT Eagle Indopharma maka mereka yang mendaftarkan. Intinya semua klaim yang diajukan harus didukung data hasil pengujian.
6. Perbedaan Eucalyptus Buatan Kementan
Adapun perbedaan eucalyptus buatan Kementan dengan produk yang sudah beredar di pasaran, menurut Fadjry, yang dihasilkan Balitbangtan dengan yang ada di pasaran adalah, formula yang dihasilkan balitbangtan terdiri dari kombinasi beberapa minyak bahan aktif tidak hanya eucalyptus saja. Namun secara proporsional, eucalyptus memang yang paling dominan.
“Karena bahan baku yang digunakan sudah terstandar, maka produk dan kandungan bahan aktifnya juga akan terstandar. Berbeda bila kita menggunakan kayu putih yang banyak beredar di pasaran,” ujarnya.
Demikian kandungan bahan aktif 1,8-Cineole sangat beragam, dari konsentrasi yang tinggi, sedang dan rendah. Sehingga bila akan digunakan, konsentrasi bahan aktif harus diukur dulu agar mampu mentralisir virus yang ada di rongga hidung.
7. Sudah Dites ke Pasien Covid-19
Kata Fadjry, Eucalyptus sudah turun-temurun digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk gangguan saluran pernafasan, karena punya kemampuan sebagai pelega saluran pernafasan, pengencer dahak, pereda nyeri, pencegah mual, anti inflamasi dan efek menenangkan.
Pihaknya pun telah melakukan uji coba, kepada 16 pasien positif. Pihaknya hanya merecord testimoni mereka, tetapi tidak melakukan pengujian terhadap kondisi kesehatannya. Testimoni diantaranya, yakni melegakan pernapasan, menghilangkan pusing, mual dan nyeri lainnya, perasaan lebih nyaman dan tenang.
8. Efektif Menekan Gejala Covid-19
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Zullies Ikawati, menyebut produk inovasi Kementan ini sangat cocok untuk orang yang terpapar Covid-19.
"Saya kira, sebagai pendukung untuk gejala covid inovasi ini sangat bagus karena covid biasanya sesak nafas. Jadi ini sangat pas sekali," kata Zullies dikutip dari keterangan tertulis.
Meski demikian, kata Zullies, untuk sebagai antivirus Corona pembuktian menuju ke sana masih harus melalui beberapa proses panjang. Termasuk uji klinis di tingkat kementerian dan lembaga lain.
"Kalau uji invitro saya setuju dan saya kira memang ada potensi menjadi antivirus. Tapi kan untuk menjadi satu obat pasti ada alurnya," katanya.
Selain itu, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementerian Pertanian, Indi Dharmayanti menegaskan bahwa semua inovasi yang dilakukan Kementan masih dalam tahap invitro dengan proses riset dan penelitian yang masih panjang.
"Sebenarnya bukan obat untuk corona, karena riset masih terus berjalan. Tapi ini adalah ekstrak dengan metode destilasi untuk bisa membunuh virus yang kita gunakan di laboratorium. Toh sesudah kita lakukan screening ternyata eucalyptus ini memiliki kemampuan membunuh virus influenza bahkan corona," tutupnya.