Tuesday, March 17, 2020

Kenangan Lintas Zaman di Jalan Tunjungan, Kawasan Bisnis Hindia Belanda

0 comments

loading...

Rek ayo rek mlaku mlaku nang Tunjungan
Rek ayo rek rame rame bebarengan
Cak ayo cak sopo gelem melu aku
Cak ayo cak dolek kenalan cah ayu

Penggalan lirik lagu Rek Ayo Rek tak pernah mati dalam lintas zaman. Lagu ini mewakili kebesaran Kota Pahlawan dalam lintas sejarah panjang terbentuknya Indonesia. Jalan Tunjungan tak hanya hadir sebagai pelengkap kota di masa silam. Kehadirannya menyiratkan banyak jejak sejarah yang tak bisa dilupakan. Jalur sutra, pusat perkumpulan sampai titik peperangan di era kemerdekaan terbentuk di Jalan Tunjungan.

Sejak masa Hindia Belanda, jalan ini memang dirancang sebagai kawasan bisnis. Tak heran, sampai saat ini masih banyak pertokoan, kantor, dan hotel yang dibangun di sepanjang jalan ini. Bangunannya masih terlihat megah dan menjulang sebagai bagian dari jejak zaman.

Sejarawan Universitas Airlangga RN Bayu Aji mengatakan, lokasi Jalan Tunjungan yang menjadi jalan penghubung di kawasan segitiga emas dari Jalan Embong Malang dan Jalan Blauran menjadi salah satu keunggulan. Jalan Tunjungan juga membentang dan menjadi urat nadi penghubung ke Jalan Gubernur Suryo yang arah ke Gedung Negara Grahadi. Sebelah selatan menyambung dengan Jalan Embong Malang. Arah timur Jalan Tunjungan yang terhubung dengan Jalan Genteng Besar dan Jalan Genteng Kali. Ke utara Jalan Gemblongan, arah barat bersambung ke Jalan Praban, dan apabila diteruskan akan sampai ke Blauran.

Baca Juga:

Di sepanjang jalan terdapat gedung-gedung bersejarah di sepanjang ruas Jalan Tunjungan. Sebut saja Gedung Siola yang merupakan bangunan yang berdiri sejak 1877. “Waktu itu ada orang Inggris bernama Robert Laidlaw yang mendirikan bangunan ini dan menjadikannya sebagai pusat kulakan dan grosir,” katanya.

Siola merupakan grosir terlengkap di bawah payung Whiteaway Laidlaw & Co, sebuah merek dagang grosir terkenal di dunia waktu itu. Bangunan ini sejak awal 1900-an sudah menjadi pusat pertokoan yang terbesar di Hindia Belanda.

Di masa berikutnya, tempat ini berganti diisi oleh orang Jepang dan berganti nama menjadi Toko Chiyoda yang banyak menjual tas koper dan sepatu. Saat pertempuran 10 November 1945, gedung ini dijadikan tempat para pejuang untuk menyusun strategi melawan pasukan Inggris. Arek-arek Suroboyo beberapa kali bertemu di tempat ini dalam merancang siasat melawan sekutu.

Di Jalan Tunjungan ini terdapat pula sebuah hotel dengan nama Hotel Majapahit. Hotel ini didirikan orang Armenia bernama Lucas Martin Sarkies, sedangkan untuk arsitek dia mempercayakan James Afprey asal Inggris.

Hotel yang awalnya bernama Oranje pada masa kolonial tersebut, menjadi saksi sejarah rentetan meletusnya pertempuran 10 November 1945. “Awal mula perseteruan adalah pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato,” ucapnya.

Di hotel yang terletak tepat di tengah Jalan Tunjungan itu, aksi heroik arek-arek Suroboyo memberikan tajinya. Mereka tak pernah mengenal takut terhadap penjajah dan justru menunjukkan tekadnya dengan merobek bendera Belanda di atas Hotel Yamato.

Saat ini Jalan Tunjungan selalu menjadi jujugan para wisatawan yang berlabuh di Kota Pahlawan. Trotoarnya masih nyaman untuk pejalan kaki. Lampu klasik pun menyertai di sepanjang jalan, lengkap dengan bunga anggrek yang menempel erat di tiap pohon besar. Melengkapi keindahan Jalan Tunjungan.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sengaja mempertahankan Jalan Tunjungan seperti sedia kala. Jalan legendaris ini dipakai untuk menarik minat para wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Dia pun membuat event Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang diadakan sebulan sekali.

Melalui acara Mlaku-mlaku Nang Tunjungan, pihaknya ingin kembali menghidupkan ikon sejarah Kota Pahlawan tersebut. “Jalan Tunjungan adalah kawasan yang bersejarah serta kota tua di zaman Belanda serta begitu kuat pembentukannya untuk Surabaya,” kata Risma.

Sejarah Jalan Tunjungan sangat berarti bagi warga kota. Dahulu kawasan ini sempat menjadi kota mati. Namun, Tunjungan selalu menempati hati semua warga di lintas kelompok umur. Tak heran sampai sekarang sejak pagi sampai malam hari selalu banyak orang yang mengambil foto Jalan Tunjungan.

Untuk membuat semarak Jalan Tunjungan, tiap kegiatan Mlaku-mlaku Nang Tunjungan setidaknya ada ratusan UKM yang ada di Surabaya terlibat secara aktif. Mereka terdiri atas Pahlawan Ekonomi, Dekranasda, UKM Dinas Koperasi, UKM Dolly, UKM Dinas Perdagangan, UKM Kampung Lawas Maspati serta mengajak pihak hotel yang akan menyediakan food and beverage di kawasan yang penuh dengan sejarah.

Untuk masuk kawasan kota lama di Jalan Tunjungan bisa dari dua sisi. Baik itu dari arah Jalan Gubernur Suryo yang dibuka dengan Gedung Negera Grahadi yang kini menjadi kantor Gubernur Jawa Timur. Sementara pintu utama masuk ke Jalan Tunjungan bisa dilalui dari Jalan Genteng Kali maupun dari arah Jalan Pahlawan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Antiek Sugiarti mengatakan, Jalan Tunjungan bukan kawasan biasa di Surabaya. Jalan itu sudah tersohor sejak lama dan selalu melekat dengan Surabaya.

Maka pada berbagai event Mlaku-mlaku Nang Tunjungan, pihaknya juga menyuguhkan aneka kuliner dan kraft produksi UMKM binaan Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, DP5A, Pahlawan Ekonomi, Pejuang Muda, dan masyarakat sekitar. Dalam event itu, 240 UMKM terlibat. Di samping menjajakan makanan dan minuman khas tradisional, Mlaku-mlaku Nang Tunjungan menampilkan berbagai kegiatan seni, seperti tari, musik, teater, pantomim.

Senior Human Settlements Officer UN Habitat Bruno Dercon yang berasal dari Belgia mengaku senang ketika menyusuri Jalan Tunjungan. Jalanan lama yang tetap nyaman untuk dilintasi. Jalan Tunjungan sangat mirip dengan ruas jalan di Eropa.

Jalan Tunjungan juga dekat dengan Sungai Kalimas yang kini lebih bersih, terawat, dan indah dipandang mata. “Tiga puluh tahun lalu itu, air sungainya kotor di Surabaya. Namun sekarang airnya lebih bersih, dan itu bisa dilihat dari Jalan Tunjungan,” jelasnya. (Aan Haryono)

(ysw)

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment