loading...
Jarak Situs Tombak Sulu-Sulu dari Kota Dolok Sanggul Ibu kota Kabupaten Humbahas hanya 18 kilometer. Sehingga jika menggunakan kendaraan pribadi bisa dicapai dalam tempo 30-40 menit dari Dolok Sanggul dengan melewati hutan pinus dan jalan yang berkelok.
Dalam terminologi bahasa Batak Toba, Tombak Sulu sulu memiliki arti hutan belantara yang memancarkan cahaya. Dimana tempat ini diyakini sebagai tempat kelahiran Manghuntal yang kemudian menjadi Raja Sisingamangaraja I.
Ronald Lumbanbatu penjaga Situs Tombak Sulu sulu mengatakan, di tempat inilah ibunda Sisingamangaraja I, yakni Boru Pasaribu bersemedi memohon petunjuk dari sang Maha Pencipta agar bisa diberikan keturunan anak laki-laki.
Baca Juga:
Sebelumnya, kata Ronald, Boru Pasaribu yang tinggal di Bakkara mengembara ke hutan di Kawasan Baktiraja setelah ditinggal pergi suaminya karena tidak memiliki anak laki-laki. Setelah sampai dan bersemedi di gua ini, Boru Pasaribu yang ditemani anak perempuanya kemudian hamil dan melahirkan Manghuntal yang akhirnya menjadi Raja Sisingamangaraja 1
"Konon, saat kelahiran Manghuntal bumi di sekitar tempat kelahirannya bergetar ini menandakan anak yang dilahirkan kelak menjadi pembesar. Sang Ibunda juga mendapat petunjuk dari sang Pencipta jika anak yang dilahirkannya ini akan menjadi raja di Bakkara. Ya ini terbukti setelah 12 tahun kemudian Manghuntal dinobatkan menjadi Sisingamangaraja 1," kata Ronald Lumbanbatu kepada SINDOnews saat berkunjung ke Situs Tombak Sulu sulu bersama rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ke Destinasi Super Prioritas Danau Toba, Kamis 5 Desember 2019.
Namun sebelum memasuki gua batu yang diklaim sebagai tempat kelahiran Sisingamangaraja ini pengunjung harus membuka alas kaki dan kemudian melakukan ritual maranggir yaitu membersihkan diri dengan air jeruk purut biasanya dilakukan dengan membasuh tangan dan muka.
"Bagi para kaum wanita yang sedang datang bulan atau haid disarankan untuk tidak memasuki kawasan gua ini. Selain itu pengunjung juga tak diperkenankan membawa makanan seperti daging babi dan anjing masuk ke dalam lokasi karena Raja Sisingamangaraja menganut ajaran Parmalim yang tidak memakan kedua makanan tersebut," timpal Ronald.
Setelah melakukan ritual maranggir pengunjung baru dapat memasuki gua dengan terlebih dahulu melewati jalan yang dipenuhi bebatuan tajam dan licin. Pengunjung pun harus berjalan perlahan dan hati-hati agar telapak kaki tak tergores karena bebatuan yang tajam dan licin.
Karena Tombak Sulu-sulu merupakan batugamping yang telah berumur 250 juta tahun. Semuanya terbentuk akibat pergeseran lempeng bumi. Selain itu kita akan disuguhi pemandangan akar-akar pohon besar yang melilit dan menjuntai di sepanjang jalan yang dilalui untuk memasuki gua.
Saat memasuki gua yang hanya dapat ditempati sekitar 10 orang tercium aroma sirih yang begitu harum selain itu terlihat jeruk purut dan telur. Menurut Ronald Lumbanbatu, sirih, jeruk purut dan telur itu merupakan sisa peziarah yang datang sebelumnya.
"Ya tempat ini kerap dikunjungi peziarah dari seputar Danau Toba hingga Medan. Biasanya mereka ingin berdoa disini agar diberikan kesembuhan dari penyakit, minta tambah rezeki, minta diberikan keturunan dan jodoh," ungkap Ronald.
Usai mengunjungi Tombak Sulu-sulu, rombongan Familiarization Trip Media Digital Nasional ke Destinasi Super Prioritas melanjutkan kunjungan ke Situs Bangunan Cagar Budaya Istana Raja Sisingamangaraja yang juga terdapat di Kecamatan Baktiraja tepatnya di Dusun Lumban Raja, Desa Simamora.
Di Komplek Istana Raja Sisingamangaraja ini terdapat sejumlah situs budaya diantaranya Makam Raja Sisingamangaraja 1 hingga XI, sopo godang, rumah bolon, Batu Siungkap-ungkapon, Bale Pasogit dan Rumah Parsaktian.
Di tengah komplek terdapat bangunan makam Sisingamangaraja 1-IX yang didepannya terdapat tulisan aksara Batak, lambang Sisingamangaraja dan stempel Sisingamangaraja yang hampir menyerupai huruf arab gundul.
"Lokasi ini merupakan bekas istana raja yang dipimpin Raja Sisingamangaraja 1-XII antara tahun 1530-1907. Istana ini pernah dibakar oleh Pasukan Tuanko Rao Imam Bonjoltahun 1825 dan Pasukan Belanda 1878. Namun dibangun kembali oleh pemerintah dan masyarakat sejak tahun 1978," kata Markoni Sinambela, salah satu keturunan Sisingamangaraja.
Situs wisata sejarah dan budaya ini, menurut Markoni selalu ramai saat week end, tanggal merah, liburan panjang, natal dan tahun baru.
Setelah puas menyusuri Komplek Istana Sisingamangaraja, rombongan juga menyempatkan mengunjungi ke objek wisata Aek Sipangolu di Desa Simaguampe, Kecamatan Baktiraja. Tempat ini pun kerap dikunjungi peziarah dari seputar Danau Toba dan wilayah Sumatera Utara lainnya.
Menurut Bilihar Sinambela penjaga objek Wisata Aek Sipangolu, Aek sendiri berarti air kehidupan. "Dimana kemunculan Aek Sipangolu berawal dari hausnya gajah milik Sisingamangaraja saat sedang dalam perjalanan dari Manduamas ke daerah Barus. Karena lemas kemudian sang gajah tidak lagi dapat melanjutkan perjalanan. Kemudian Sisingamangaraja berdoa, usai berdoa dia kemudian menancapkan tombak ke batu yang berada bawahnya seketika air keluar dan mengalir hingga saat ini," kata Bilihar Sinambela.
Tak heran berdasarkan cerita yang dituturkan secara turun temurun tersebut tempat ini kerap dikunjungi peziarah yang ingin mengobati berbagai penyakit disamping meminta keberkahan, rezeki dan jodoh. Seperti yang terlihat saat SINDOnews mengunjungi tempat ini dimana terlihat sejumlah peziarah dari Toba Samosir yang melakukan ritual di sana.
(sms)