TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Gempa yang mengguncang wilayah Buleleng pada Kamis (14/11/2019) membuat seorang warga di Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali, bernama H Muhammad Sarif (73) merasa trauma.
Ia teringat akan musibah yang pernah terjadi pada tahun 1976 silam, yang membuat wilayah Seririt luluh lantak akibat diguncang gempa.
Dikatakan Sarif, saat gempa terjadi ia sedang berada di rumah.
Panik pun sempat ia rasakan ketika sejumlah warga mengatakan bila air laut naik.
Namun karena saat itu telah memasuki waktu salat Magrib, ia pun memutuskan untuk tetap menjalani ibadah di salah satu masjid kawasan Desa Pengastulan.
"Saya sebagai imam di masjid itu. Jadi meski telah terjadi gempa, saya tetap harus memimpin umat untuk menjalankan ibadah. Anak-anak dan istri saya sudah pergi mengungsi. Saya tetap di rumah sudah pasrah saja," jelasnya.
Baca: TERKINI Gempa M 7,1 SR di Manado: Terjadi 6 Kali Gempa Susulan hingga Jumat Pagi
Baca: Fakta-Fakta Gempa M 7.1 Guncang Sulut dan Malut, Dirasakan sampai Manado hingga Penjelasan BMKG
Saat disinggung peristiwa pada tahun 1976 silam, Sarif mengaku saat itu ia telah dikaruniai dua orang anak.
Akibat musibah saat itu, ipar dan kakaknya tewas tertimpa menara masjid.
"Saya sebenarnya sangat trauma dengan kejadian tahun 76. Rumah saya saat itu hancur, rata dengan tanah. Saat itu saya hanya bisa tidur di pantai. Ya mudah-mudahan kejadian serupa tidak terulang lagi," terangnya.
Sarif bersyukur gempa berkekuatan 5.0 SR yang terjadi kemarin tak sampai berdampak buruk seperti tahun 1976.