Saturday, April 24, 2021

Al-Quran, Penggerak Literasi dan Peradaban

0 comments
Wardi Taufiq, S.Ag., M.Si.
Sekretaris PP Ikatan Sarjana NU,
Ketua Bidang Kerjasama pada Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Pusat.

AL-QUR’AN sebagai corpus wahyu hadir dengan kekuatan yang memikat. Turunnya kitab suci itu memotivasi Bangsa Arab untuk menggali pesan-pesan Al-Qur’an. Literasi mereka pun tumbuh dan berkembang bersama kepeloporan Nabi Muhammad sebagai penerima wahyu. Tradisi literasi inilah yang kelak melahirkan peradaban ilmu pengetahuan.

Pada saat Al-Qur’an turun, kemampuan membaca dan menulis bangsa Arab belum sepenuhnya mampu mewadahi wahyu Al-Qur’an. Terbukti, generasi muslim setelahnya harus bekerja keras untuk menyempurnakan dan menciptakan kaedah membaca dan menulis Al-Qur’an.

Sejak Al-Qur'an turun, sistem tulisan (paleography) Arab, terutama dalam masalah nuqthah (titik) mulai disempurnakan. Pada kepemimpinan Umar, disiplin ilmu nahwu (grammar bahasa Arab) juga ditulis dan dibakukan. Kelak, muncul disiplin ‘Ulum al-Qur’an dan ‘Ulum al-Tafsir. Demikian juga, kitab–kitab tafsir, hadits-hadits Nabi dan sirah-sirahnya berhasil ditulis, karya-karya filusuf Yunani diterjamahkan, dan masih banyak sederet kitab lain yang lahir saat itu.

Bagaimana Al-Qur’an menginspirasi tumbuh kembangnya tradisi literasi Bangsa Arab? Ada empat hal yang bisa dijadikan petunjuk untuk menjawab hal tersebut, sebagaimana diurai dalam buku: Al-Qur’an dan Literasi, yang ditulis oleh Ali Imron, MA. Singkatnya sebagai berikut:

Baca Juga:

Pertama, adanya perintah membaca dan menulis sebagaimana distate langsung dalam surat al-‘Alaq: 1-5, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Secara lugas, surat al-‘Alaq hadir dengan pesan revolusioner yang mendorong bangsa Arab untuk bertransformasi dari tradisi lisan ke tradisi tulis. Kala itu, masyarakat Arab masih dilanda kejumudan dan hanya mementingkan tradisi penginderaan, hafalan, dan tutur kata. Al-Qur’an menyodorkan tradisi baru, dengan perintah membaca dan menulis.

Dengan perantara kalam (qalam) Allah sebagaimana dalam surat al-‘Alaq, kelak bangsa Arab menjadi bangsa yang mulia dan mengagumkan peradaban. Tanpa tulisan, tentu pengetahuan tidak akan terekam, agama pun dengan sendirinya akan sirna, dan bangsa-bangsa belakangan tidak akan mengenal sejarah umat sebelumnya.

Kedua, adanya perintah mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan. Selain dikaitkan dengan surat al-‘Alaq: 1-5 tersebut, juga dihubungkan dengan ayat-ayat lain yang memiliki substansi serupa, misalnya suarat al-Baqarah: 31; al-A’raf: 179; al-Nisa’: 9. Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk menuntut ilmu seluas-luasnya.

Ketiga, Al-Qur’an dalam penggunaan bahasa-bahasanya banyak identik dengan pentingnya literasi. Penyebutan Kitab yang diwahyukan kepada rasul terakhir ini pun juga disebut Qur’an (al-Waqi’ah:77), yang juga bisa bermakna al-Maqru’ (sesuatu yang dibaca).

Selain keidentikan itu, Al-Qur’an, secara implisit, juga sering menyebut hal-hal yang berkaitan dengan peralatan atau perkakas baca-tulis. Sebut saja misalnya, kata midad (tinta), qalam (pena), qirthas (kertas), lauh (batu tulis), raqq (lembaran), dan shuhuf (helai-helai kertas).

Keempat, Al-Quran menginspirasi lahirnya tradisi manajemen dan administrasi (al-Baqarah: 282; al-Nur: 33). Perintah dalam ayat ini adalah mengarah kepada fungsionalisasi tulisan sebagai bukti otentik untuk menjalankan roda perdagangan secara profesional.

Empat argumen di atas dapat menjadi bukti bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat perintah-perintah dan anjuran-anjuran untuk mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan. Inilah yang kemudian menjadi pelecut lahirnya tradisi literasi dan peradaban ilmu pengetahuan di dunia muslim.

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment