
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah Anak Buah Kapal (ABK) WNI yang meninggal sepanjang tahun 2020 cukup mengkhawatirkan.
Setidaknya ada minimal 22 orang dan bahkan bisa lebih jika pemerintah mau serius melakukan investigasi.
"Kapal ikan berbendera Tiongkok paling sering melakukan kekerasan dan penganiayaan dalam kerja paksa dan bahkan perdagangan manusia. Ironisnya, proses hukum kepada pelaku dan ganti rugi berupa pemenuhan hak-hak korban tidak pernah maksimal dilakukan," kata Ketua DPP PKS Bidang Tani Nelayan, Riyono dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).
Merujuk data dari koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan, pihaknya mencatat sepanjang tahun 2020 terdapat 22 orang awak kapal perikanan Indonesia yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok.
Baca juga: Tujuh WNI yang Ditangkap Polisi Malaysia Bakal Dikarantina 10 Hari, Pihak Keluarga Tak Terima
Baca juga: WNI Divonis 8 Tahun Penjara Atas Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Bocah Berusia 3 Tahun di Malaysia
Terdapat 22 orang Indonesia meninggal dan 3 di antaranya hilang di tengah laut dan sampai saat ini belum ditemukan.
Temuan DFW ini menurut PKS harus ditindaklajuti oleh Kemenlu.
ABK yang meninggal rata-rata karena sakit, mengalami penyiksaan, kondisi kerja yang tidak layak dan keterlambatan penanganan.
"Fasilitas kesehatan di kapal ikan Tiongkok sangat buruk sehingga jika ada awak kapal yang sakit sering kali tidak mendapat perawatan medis dan ketersediaan obat yang terbatas, bahkan ada jenazah ABK yang meninggal disimpan di freezer ikan. Ini sungguh sangat tidak manusiawi dan melukai perasaan bangsa Indonesia," ujarnya.
Korban awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut mayoritas bekerja di kapal ikan Tiongkok yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan internasional atau penangkap ikan jarak jauh (distant water fishing).