"Harus diakui partai oposisi tidak bertaring, kurang greget dan terkesan seperti wujuduhu ka adamihi (keberadaannya seperti tidak ada)," kata Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Senin (11/1/2021).
Analis politik asal UIN Jakarta itu mengatakan, Partai Demokrat , Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang seharusnya berperan sebagai oposisi tidak mampu merepresentasikan itu karena kondisi masing-masing. (Baca juga: AHY Disarankan Ambil Jalan Oposisi agar Bisa Kejar Ganjar dan Prabowo )
"Praktis setelah Gerindra berhasil direkrut pemerintah, tak ada lagi oposisi yang lantang, menggetarkan, menggoyang dan menimbulkan efek waspada bagi kekuasaan," kata Fadhli.
Menurutnya, oposisi seperti bergerak pada wilayah abu-abu. Di satu sisi ingin beroposisi tetapi sisi lain ingin mendapatkan keuntungan politik kekuasaan. PKS yang sedari awal menyatakan sebagai oposisi juga terkesan pragmatis karena seperti memilih-milah isu. Kecenderungan ini juga dilakukan Demokrat dan PAN.
Akhirnya, Fadhli menilai secara umum bahwa tak ada parpol oposisi yang patut diperhitungkan oleh kekuasaan. Padahal, baik Demokrat, PKS maupun PAN dalam pemetaan politik hari ini telah dipersepsikan masyarakat sebagai kekuatan oposisi. (Baca juga: Prabowo-Sandi Mantap Dukung Jokowi, PKS Tetap Jadi Oposisi )
"Justru, saya melihat yang memerankan sebagai oposisi murni itu berada di luar kekuasaan atau gerakan ekstra parlementer dan civil society," tuturnya.
Di sisi lain, parpol oposisi seperti hanya mendompleng gerakan-gerakan ini biar terlihat eksistensinya oleh publik. Padahal faktanya tidak demikian.
"Buktinya yang ditangkap karena bersikap lantang terhadap kekuasaan para aktifis kampus, buruh, ormas dan LSM, politisi anteng-anteng aja," katanya.