Tuesday, November 24, 2020

Tarif Cukai Rokok Naik, Rokok Ilegal Bakal Pesta Pora

0 comments
JAKARTA-Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) melayangkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kepala Staf Presiden Moeldoko. Surat tersebut dilayangkan Rabu (18 November). Surat tersebut dilayangkan selang dua hari setelah APTI diterima Moeldoko di Kompleks Istana Negara (Senin, 16 November 2020).

Dalam surat yang ditandatangani oleh Agus Parmuji (Ketua Dewan Nasional APTI) dan Syafrudin (Sekjen Dewan Nasional APTI) itu, APTI meminta agar Sri Mulyani mengaji ulang rencana kenaikan tarif cukai rokokuntuk tahun 2021. APTI mengingatkan bahwa situasi dan kondisi sentra tembakau di dua tahun terakhir (2019 dan 2020) sedemikian parah hingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa.

“Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri,” jelas Agus dalam keterangan, Selasa (24/11/2020).

(Baca juga:Cukai Rokok Naik Jadi Ancaman, Buruh Pelinting: Kami Ingin Tenang Cari Nafkah)

Baca Juga:

(Baca juga:Gelombang Penolakan Kenaikan Cukai Rokok di 2021 Makin Besar)

Penyebab dari semua itu, lanjut Agus, adalah karena penetapan tarif cukai setinggi 23% pada tahun 2020 yang berakibat terhadap minimnya penyerapan tembakau lokal.

Lebih jauh APTI juga mengkritisi rencana pemerintah untuk tetap bersikeras menaikan tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM), yang konon, berada dalam kisaran 13% hingga 20%. Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. “SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” kata Agus dalam keterangan, Selasa (24/11/2020).

Berdasarkan fakta tersebut, APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya sebesar 5% saja. Belum lagi keberadaan rokok illegal jenis SKM yang akan semakin merajalela..

Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret kretek tangan (SKT). “SKT adalah produk yang banyak melibatkan tenaga kerja, jadi tidak adanya kenaikan tarif di sini akan membantu produsen untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada,” tutur Agus.

APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh Pemerintah. “Harapan kami, Pemerintah mempertimbangkan kedua produk nasional tersebut agar kenaikan cukai ke depan tidak berdampak pada ambruknya ekonomi masyarakat pertembakauan dan ikutannya,” pungkas Agus.

Selain tarif cukai, APTI juga menyampaikan masukan terhadap rencana program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Dalam aturan sekarang ini, 50% dari DBHCHT tersebut dialokasikan ke sektor pertanian. Dari alokasi tersebut, petani tembakau memperoleh 10%. APTI mengusulkan agar persentasenya dinaikkan hingga minimal 35% dan bentuknya berupa bantuan langsung tunai (BLT).

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment