Saturday, November 14, 2020

Rumah Ibadah Pun Dikorupsi

0 comments
JAKARTA - Praktik korupsi proyek pembangunan rumah ibadah maupun aspek lain dari ibadah umat beragama seperti hal yang tak masuk akal. Apalagi aktor yang terlibat mulai dari pejabat, pengusaha hingga bahkan ada yang dari kalangan agama (tokoh agama). Kondisi ini tentu mengkhawatirkan. Perulangan seperti ini menunjukkan betapa proyek rumah ibadah juga rentan dikorupsi.

Dari segi objek, praktik korupsi pembangunan rumah ibadah antara lain terkait perizinan, pengadaan barang dan/atau jasa, penyaluran bantuan sosial, pengesahan dan pemberian hibah, pengesahan APBD, pengurusan perkara dan/atau putusan hingga pembangunan rumah ibadah itu sendiri. Teranyar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah menyidik kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap I tahun anggaran 2015, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. (Baca: Hikmah Menatap Langit, Ibadah Sunnah yang Terlupakan)

Dugaan korupsi dengan objek rumah ibadah nyatanya bukan kali ini saja. KPK beberapa kali menangani perkara dengan objek serupa. Selain itu Polri dan kejaksaan juga pernah menangani objek demikian. Sebut saja kasus suap proyek paket pengerjaan pembangunan Masjid Agung Solok Selatan, Sumatera Barat, tahun anggaran 2018. Lalu kasus suap pengerjaan renovasi pembangunan Masjid Agung Kalianda, Lampung Selatan, pada 2018 dengan anggaran Rp9,8 miliar.

Kemudian kasus korupsi berupa delik pemerasan dalam jabatan atas anggaran pembangunan/rekonstruksi 8 masjid di Kecamatan Batu Layar dan Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, pada 2019. Ada lagi kasus korupsi pembangunan Gereja GPDI Alfa Omega Klagete, Kota Sorong, Papua Barat dari APBD Papua Barat tahun anggaran 2014 sebesar Rp1 miliar yang diduga dilakukan secara fiktif. Lalu kasus suap pengurusan proyek pembangunan Islamic Center Kabupaten Purbalingga tahap II (lanjutan) tahun 2018 dengan total anggaran Rp77 miliar.

Baca Juga:

Khusus kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap I tahun anggaran 2015, Kabupaten Mimika, berdasarkan data yang diperoleh KORAN SINDO, tendernya dimenangi oleh PT Waringin Megah, dengan nilai kontrak Rp46.192.000.000. Padahal tender proyek dilakukan secara elektronik melalui Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Mimika. Proyek berkategori pekerjaan konstruksi ini diampu oleh Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) pada Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Mimika dan dana bersumber dari APBD 2015. (Baca juga: Ini Manfaat Mengonsumsi Dua Pisang Dalam Sehari)

Sumber internal Bidang Penindakan KPK memastikan KPK telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) kasus tersebut sejak Oktober 2020 dengan 3 orang sebagai tersangka. Adapun penyelidikan lebih dulu dilakukan KPK sejak 2017. Ketiga tersangka adalah bupati berinisial EO, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial MS, dan Direktur PT Waringin Megah berinisial TA.

KPK sendiri sudah melayangkan surat panggilan ke beberapa orang pada awal November untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pekan ini. Di dalam surat panggilan juga tercantum nama ketiga tersangka dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) juga sudah dikirimkan ke 3 tersangka tersebut. Adapun dugaan sementara kerugian negara dalam proyek ini sekitar Rp21,6 miliar.

Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri membenarkan, KPK kini sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap I TA 2015 di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Dia memastikan penyidikan kasus ini telah dimulai sejak Oktober 2020 dan didasarkan pada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik).

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment