Liputan6.com, Bangkok - Protes anti-pemerintah di ibu kota Thailand, Bangkok, dilakukan oleh setidaknya 10.000 orang pada hari Minggu, 16 Agustus 2020.
Protes ini menjadikannya sebagai demonstrasi politik terbesar yang pernah dilihat di Thailand selama bertahun-tahun, demikian dikutip dari laman Deutsche Welle, Selasa (18/8/2020).
Protes yang dilakukan oleh mayoritas mahasiswa itu dimulai hampir sebulan yang lalu dan telah diadakan hampir setiap hari.
Demonstran menuntut adanya revisi konstitusi. Sebab, dalam beberapa waktu belakangan di Thailand maraknya kasus penangkapan aktivis yang melakukan kritik terhadap pemerintah -- dalam hal ini anggota kerjaan. Oleh sebabnya, mereka menuntut reformasi monarki.
Siapa pun yang mengkritik monarki akan menghadapi hukuman penjara 1,5 hingga 15 tahun. Para pengunjuk rasa juga ingin Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri.
Massa demonstran yang berteriak berkumpul di sekitar Monumen Demokrasi yang menjadi simbol ibu kota negara itu. Sementara yang lainnya memegang guntingan kertas berbentuk merpati yang melambangkan perdamaian.
Aktivis mahasiswa Parit Chiwarak muncul di rapat umum tersebut, meskipun diberikan jaminan pada hari Sabtu setelah ditangkap karena pro-demokrasi.
Diapit oleh para pendukung, dia memegang tanda yang bertuliskan: "10 poin Reformasi Monarki Thailand". Poin ini mengacu pada daftar tuntutan yang menetapkan perubahan yang ingin diterapkan oleh para pengunjuk rasa (mahasiswa).
Gelombang protes
Thailand telah mengalami banyak kudeta sejak tentara menggulingkan monarki absolut pada tahun 1932, menggantinya dengan monarki konstitusional.
Pemerintah mengadakan pemilu tahun lalu tetapi pemilu tersebut dianggap curang, sehingga memicu kemarahan publik.
Gelombang protes terbaru dimulai pada Februari tahun ini setelah pengadilan memerintahkan partai yang pro-demokrasi untuk bubar.