
loading...
Wabah virus corona benar-benar mengguncang sektor keuangan global. Indonesia secara langsung juga terkena dampaknya seperti terlihat dari merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hingga kemarin jatuh ke level 5.452 dan nilai tukar rupiah tak berdaya menjadi Rp14.300 per dolar Amerika Serikat (USD). Dalam penutupan pasar spot Bloomberg, Jumat (28/2), rupiah tumbang 292 poin atau 2,09% ke Rp14.317 per USD.
Sebelumnya BI telah mengalkulasikan potensi kehilangan devisa akibat kondisi ini. Indonesia akan mengalami penurunan devisa USD1,3 miliar. Ekspor yang dilakukan Indonesia juga berpotensi tergerus hingga USD300 juta dan impor USD700 juta. Muaranya, pertumbuhan ekonomi kuartal I diproyeksikan tumbuh 4,9%.
Baca Juga:
Untuk mengatasi persoalan, secara umum BI telah melakukan tiga intervensi, yaitu menjual valas untuk mengendalikan pelemahan rupiah, transaksi lindung nilai rupiah atau domestic non-delivery forward (DNDF), dan membeli SBN yang dilepas investor asing atau dari pasar sekunder.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, berbagai upaya tersebut diambil untuk mengurangi kerugian pada perekonomian nasional. "Dampak korona memang pengaruhnya terbesar di Februari dan sebagian Maret, setelah itu April dan seterusnya ada pemulihan selama 6 bulan meskipun belum secara total," ujar Perry di Jakarta kemarin.
Dia menuturkan BI terus melakukan koordinasi bersama dengan pemerintah dalam memitigasi dampak korona terhadap perekonomian Indonesia. Pihak pemerintah sendiri telah meluncurkan paket stimulus yang berisi sejumlah insentif, mulai dari sektor pariwisata seperti maskapai, pelaku usaha hotel dan restoran hingga diskon tiket pesawat. “Ini upaya kami berkoordinasi erat dengan pemerintah untuk mitigasi dampak korona," jelasnya.
Perry lantas menandaskan pihaknya akan menjaga pertumbuhan ekonomi serta terus berkoordinasi dalam menjaga fundamental ekonomi. Untuk itu dia kembali menegaskan pentingnya koordinasi erat pemerintah dan BI untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartato masih menaruh keyakinan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk bisa menahan laju kejatuhan IHSG. "Jika regulasi, bursa punya beberapa tools. Itu tentu harapannya, tools bursa itu bisa katakanlah dirumuskan," ujar Menko Airlangga di Jakarta, Jumat (29/2).
Dia kemudian menuturkan, pelemahan pasar modal yang merupakan dampak dari wabah virus korona tidak hanya menghantam Indonesia, tetapi mayoritas negara secara global. "Karena ini ada efek internasional dengan korona, meningkat ketidakpastian. Kemudian juga ada hal-hal yang terkait di dalam negeri. Nanti kita lihat langkah-langkah yang diambil oleh otoritas," jelasnya.
Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot membenarkan pelemahan ekonomi terjadi karena penyebaran virus korona yang semakin luas ke berbagai negara, termasuk AS. Untuk itu OJK akan terus memperhatikan secara ketat perkembangan dan dinamika pasar saham baik global, regional maupun domestik. "OJK akan terus berkoordinasi dengan Bursa Efek Indonesia untuk melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan sesuai dengan kewenangan," ujar Sekar di Jakarta kemarin.
OJK, lanjut dia, bersama pemerintah dan BI telah dan akan terus menyinergikan kebijakan untuk memberikan stimulus dan menjaga kepercayaan publik, khususnya investor. "Kita akan terus menyinergikan kebijakan untuk memberikan stimulus dan menjaga kepercayaan publik, khususnya investor," jelasnya.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan sekitar 0,23% jika perekonomian China melemah 1% akibat wabah virus korona. Ia mengatakan, dampak virus korona juga akan menyasar kinerja ekspor-impor Indonesia pada Januari 2020.
“Walaupun status Indonesia pada saat ini 'belum ditemukan virus korona', sebenarnya dampak pada perekonomian negara kita sudah terasa. Strategi pemerintah saat ini untuk mengoptimalkan biaya APBN dan menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat kami pandang sudah tepat untuk menjaga perekonomian Indonesia tetap stabil,” katanya.
Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai sebagian besar pelaku pasar cenderung reaktif berlebihan terhadap pemberitaan wabah korona yang bertubi-tubi. Akibatnya mereka mengambil sikap cari aman (flight to quality), utamanya memindahkan portofolionya ke dolar AS dan emas. "Penurunan IHSG dan rupiah yang tajam ini sebagai reaksi atas meluasnya penyebaran virus korona ke lebih dari 50 negara. Maka dari itu tidak aneh jika terjadi outflows yang besar karena investor asing ambil posisi jual (net sell) yang besar ketimbang net buy.
Dia melihat fenomena kepanikan pasar ini hanya temporer karena ketika angka suspect korona mulai berkurang dan WHO merilis komunike yang menggembirakan, kondisi pasar akan kembali normal. Karena itu dia meminta pemerintah, otoritas moneter dan fiskal serta pelaku usaha untuk bisa menyikapinya dengan tenang, terukur, dan tepat. “Tidak boleh panik, tetap waspada, karena yang terjadi saat ini dipicu oleh faktor sentimen negatif saja, bukan karena faktor fundamental,” tandasnya.
Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani menandaskan, tidak bisa dimungkiri, hal ini akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Dia pun mengapresiasi pemerintah yang telah mempersiapkan langkah-langkah preventif dalam menanggulangi goyahnya ekonomi lewat pemberian stimulus berupa berbagai insentif.
“Virus korona yang sudah banyak menyerang saudara kita di belahan negara lain tentu menjadi ketakutan yang juga dirasakan hingga Indonesia. Tak hanya tindakan dari pemerintah saja, masyarakat pun perlu mawas saat bepergian ke luar negeri sehingga meminimalkan kemungkinan virus masuk ke Indonesia,” ujar dia di Jakarta kemarin.
Dalam pandangannya, pelemahan ekonomi Indonesia terjadi karena pusat wabah korona, China, merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2020, penurunan tajam terjadi pada ekspor migas dan nonmigas yang merosot 12.07%. Hal itu dapat terjadi karena China merupakan pengimpor minyak mentah terbesar, termasuk dari Indonesia. Dari sisi impor juga terjadi penurunan 2,71% yang disumbang dari turunnya transaksi komoditas buah-buahan.
Pelemahan Rupiah Relatif Lebih Rendah
Nilai tukar rupiah saat ini mengalami pelemahan year to date sebesar 1,08% serta diperdagangkan di sekitar Rp14.000/USD. Namun bila dibandingkan dengan mata uang negara lain, pelemahan rupiah relatif masih lebih rendah.
"Contohnya won Korea won year to date mengalami pelemahan 5,07%, baht Thailand melemah 6,42%, dolar Singapura melemah 3,76%, ringgit Malaysia melemah 2,91%," ujar Perry.
Menurut dia, korona memang berdampak pada perilaku investor global terhadap kepemilikan investasinya di berbagai negara. "Mereka saat ini cenderung jual dulu, nanti kemudian masuk lagi setelah kondisi membaik dan ini terus kita pantau," jelasnya.
Pasar saham di seluruh dunia tengah menghadapi minggu terburuk sejak krisis keuangan global pada 2008 lalu ketika ketakutan atas dampak dari wabah virus korona (Covid-19) terus mencengkeram investor. Pada Jumat pagi, bursa saham di Eropa turun tajam di mana indeks FTSE 100 London tenggelam lebih dari 3%.
Adapun pasar saham Asia mengalami kerugian yang lebih besar, sedangkan di AS, yakni Dow Jones mencatat penurunan poin terbesar dalam satu hari pada perdagangan, Kamis waktu setempat. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/Anto Kurniawan/Bona Ventura)
(ysw)