loading...
Dalam sebuah pernyataan, Song mengatakan bahwa dialog berkelanjutan dan substansial yang diusahak oleh AS adalah trik menghemat waktu agar sesuai dengan agenda politik domestiknya. Ia merujuk pada upaya terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden dalam pemilu 2020 mendatang.
"Kami tidak perlu melakukan pembicaraan panjang dengan AS sekarang dan denuklirisasi sudah keluar dari meja perundingan," katanya dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Reuters, Minggu (8/12/2019).
Baca Juga:
Pernyataan yang dilontarkan Song ini tampaknya lebih jauh dari peringatan Korut sebelumnya. Pyongyang sebelumnya mengatakan diskusi terkiat dengan program senjatanya kemungkinan harus dihilangkan dari meja perundingan mengingat Washington menolak untuk menawarkan konsesi. Program senjata Korut selama ini menjadi fokus utama diplomasi AS dalam dua tahun terakhir.
Terkait hal ini Departemen Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Ketegangan meningkat jelang tenggat waktu akhir tahun yang ditetapkan oleh Korut. Negara tertutup itu menyerukan AS untuk mengubah kebijakannya menuntut denuklirisasi sepihak terhadap Pyongyang dan menuntut pembebasan dari hukuman sanksi.
Pemimpin Korut Kim Jong-un telah memperingatkan dia bisa mengambil "jalan baru" yang tidak dapat diprediksi tahun depan, meningkatkan kekhawatiran hal ini bisa berarti kembali ke bom nuklir dan pengujian rudal jarak jauh yang ditangguhkan sejak 2017.
Pada hari Selasa, Kementerian Luar Negeri Korut mengulangi seruannya kepada Washington untuk mengubah "kebijakan yang bermusuhan" dan mengatakan terserah Washington untuk memutuskan "hadiah Natal" apa yang datang pada akhir tahun. (Baca: Korut: Terserah Amerika Serikat Mau Hadiah Natal Apa?)
Kim Song juga mengecam pernyataan minggu ini dari anggota Uni Eropa Dewan Keamanan PBB yang mengkritik peluncuran rudal jarak pendek oleh Korut baru-baru ini. Ia mengatakan kritik tersebut sebagai provokasi serius terhadap Pyongyang dan menyebut mereka memainkan peran "anjing peliharaan" AS.
Trump dan Kim Jong-un telah bertemu tiga kali sejak Juni 2018, tetapi pembicaraan denuklirisasi telah membuat sedikit kemajuan. Beberapa hari terakhir bahkan telah muncul kembali retorika bermuatan tinggi yang menimbulkan ketakutan perang seperti dua tahun lalu.
Pada 2017, kedua pemimpin itu terlibat perang kata-kata, dengan Trump menyebut Kim Jong-un sebagai "Rocket Man" dan Korut mencela presiden AS, yang sekarang berusia 73, sebagai "dotard" atau "pikun karena tua".
Pada hari Selasa, Trump sekali lagi memanggil Jong-un dengan sebutan "Rocket Man" dan mengatakan AS memiliki hak untuk menggunakan kekuatan militer melawan Korut. Pyongyang pun membalas dengan mengatakan setiap pengulangan bahasa seperti itu akan mewakili dari kambuhnya kepikunan karena tua. (Baca: Trump Kembali Sebut Kim Jong-un 'Rocket Man', Korut Marah)
Terlepas dari pengulangan sebutan Rocket Man kepada Jong-un, Trump masih berharap pemimpun Korut itu akan melakukan denuklirisasi. Pada hari Jumat, Duta Besar AS untuk PBB mengatakan Washington belum memutuskan apakah akan mengadakan pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas pelanggaran hak asasi manusia Korut yang membuat marah Pyongyang. (Baca: AS Belum Putuskan Bahas Pelanggaran HAM Korut di PBB)
Pada hari Sabtu, Korsel mengatakan Trump dan Presiden Moon Jae-in mengadakan diskusi via telepon selama setengah jam tentang cara-cara untuk mempertahankan diplomasi dengan Korut.
Dikatakan kedua pemimpin sepakat bahwa situasinya telah menjadi parah dan bahwa momentum dialog harus dipertahankan untuk mencapai hasil yang cepat dari negosiasi denuklirisasi. (Baca: Situasi Semenanjung Korea Semakin Parah, Trump Telepon Moon Jae-in)
(ian)