loading...
Pesawat Boeing 787-9 Dreamliner yang digunakan pada penerbangan itu membawa 100 metrik ton bahan bakar. Penerbangan uji coba itu mengangkut 50 orang termasuk awak kabin. Penerbangan uji coba dari Bandara Heathrow London bertajuk “Project Sunrise” bertujuan akan mengoperasikan penerbangan Sydney–London dan Sydney–New York pada 2022 mendatang.
Uji coba tersebut merupakan penerbangan eksperimen kedua dari tiga kali yang dilaksanakan Qantas. Uji coba pertama dilaksanakan pada Oktober lalu dengan penerbangan dari Bandara John F Kennedy di New York ke Sydney.
Baca Juga:
Rute London merupakan jarak paling jauh, namun bisa dipersingkat dengan rute melintasi wilayah udara Rusia, Kazakstan, dan China. Dengan pesawat Boeing 787-9 Dreamliner, diterbangkan empat pilot yang dipimpin Kapten Helen Trenerry, pesawat itu akan terbang dengan kecepatan 930 km per jam dan berada pada ketinggian antara 35.000–40.000 kaki.
Para penumpang pesawat pada penerbangan uji coba adalah para pegawai Qantas dan penumpang langganan. Nantinya mereka akan dimonitor seperti pola tidur, konsumsi makanan, dan penggunaan hiburan di dalam pesawat. Data dikumpulkan oleh peneliti dari Charles Perkins Center-unit penelitian medis Universitas Sydney-yang mengkaji bagaimana penerbangan jarak jauh dikaitkan dengan kesehatan, kenyamanan, dan jam tubuh.
“Kita akan menjalani penerbangan kedua. Kita akan melihat pola makan penumpang pada waktu sarapan,” kata Profesor Corinne Caillaud dari Universitas Sydney. “Kita mendorong penumpang bisa tidur dan menghindari terpapar banyak cahaya. Para penumpang bisa menyesuaikan jam tubuhnya ketika tiba di Sydney,”paparnya.
Tim peneliti Universitas Monash, Melbourne, juga ikut ambil bagian dalam menganalisis bagaimana pilot dan awak kabin merespons penerbangan terpanjang tersebut. Para awak kabin dimonitor sebelum, setelah, dan selama penerbangan terutama tingkat melatonin, hormon yang memengaruhi pola tidur.
Pabrik Boeing di Seattle juga akan membantu pengawasan penerbangan dengan data yang akan dikirim ke Qantas. Itu nantinya akan digunakan sebagai izin untuk pelayanan penerbangan komersial terpanjang di dunia tersebut.
“Uji coba penerbangan ini akan ditunjukkan kepada otoritas dan menjamin Qantas bisa melakukan hal itu dengan aman dan selamat,” kata CEO Qantas Alan Joyce, dilansir CNN. “Penerbangan dari perairan timur Australia ke London dan New York juga menjadi garda akhir pada penerbangan. Jadi, kita akan melakukan uji coba kali ini (London–Sydney) berjalan dengan baik,” jelasnya.
Qantas berharap pesawat generasi superefisien bahan bisa diproduksi untuk melengkapi penerbangan jarak jauh tersebut, terutama untuk kelas pertama dan bisnis. Maskapai kebanggaan Australia itu menantang Boeing dan Airbus untuk menyediakan pesawat hingga operasional penerbangan akan terwujud pada 2022. Boeing telah menyediakan 777X-9 dan Airbus dengan A350-1000.
Penerbangan uji coba juga akan meneliti dampak jetlag. Menu makanan yang tepat pada penerbangan jarak jauh tersebut juga diteliti sehingga bisa cocok untuk tubuh dan stamina penumpang. Pasalnya, peneliti juga berencana membantu para wisatawan menyesuaikan jam tubuh ketika tiba di tujuan.
Pencahayaan di kabin dan temperatur juga dikontrol secara ketat selama penerbangan. Itu untuk memudahkan para penumpang bisa lebih cepat tidur serta mendorong penumpang bisa bangun pada saat yang tepat. Menariknya, para peneliti juga akan menyediakan sesi olahraga ringan dan meditasi untuk membantu penumpang mengatasi jetlag.
(don)