
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus berpacu dalam mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dinilai menjadi salah satu solusi tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut, sekaligus menjawab tantangan perkembangan negara-negara maju menciptakan industri hijau.
"Kita harus mengikuti perkembangan negara - negara besar yang sudah menuju ke arah program green industry dalam menghasilkan green product. Green product ini hanya bisa didukung oleh green energy. Kita harus berpacu merespon hal ini, jika tidak industri dalam negeri akan ketinggalan, kalah saing," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, Sabtu (22/5/2021).
Apabila keadaan ini diabaikan, Arifin mengkhawatirkan dampak berkepanjangan menimpa industri domestik, seperti diskriminasi pengenaan pajak karbon (carbon tax).
"Ini akan menyebabkan dampak yang bergelombang ke hilir industri kita," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, potensi energi surya Indonesia sebesar 207,8 Giga Watt (GW) dan baru termanfaatkan sebesar 154 Mega Watt (MW).
"Kita harus bisa menciptakan market yang cukup signifikan untuk menarik investasi masuk di sektor hulu (panel surya). Kita ada bahan-bahan baku cukup banyak dari hulu, ini akan berikan efek lain, antara lain industri yang skala kecil bisa tumbuh besar dan UKM bisa berpartisipasi," papar Arifin.
Arifin tengah mencoba merancang bagaimana regulasi yang disusun selaras dengan peluang pasar yang akan diciptakan.
"Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan Rancangan Peraturan Presiden harus sudah ada target pasar yang bisa menjadi daya tarik industri hulu untuk masuk," kata Arifin.