Liputan6.com, Jakarta - Tak seperti kebanyakan pejuang yang namanya harum di seantero negeri, Ratu Kalinyamat mungkin terdengar asing di telinga kebanyakan orang.
Sumber sejarah menyebutkan bahwa ia merupakan salah satu tokoh yang turut berjuang mengusir Portugis dari Nusantara.
Sejarawan yang juga merupakan Dewan Pembina Yayasan Nur Hidayah Surakarta, Kasori Mujahid menyebut, Ratu Kalinyamat merupakan seorang ratu di tanah yang saat ini dikenal sebagai Jepara di Jawa Tengah.
Sumber Portugis bahkan menggambarkan bahwa Ratu Kalinyamat seorang wanita yang kaya serta berkuasa. Bahkan ia dipandang oleh Portugis sebagai wanita yang gagah berani.
"Dari laporan para penulis Portugis sendiri bahwa ratu ini sangat luar biasa, sebagai ratu yang kaya dan berkuasa. Seorang perempuan yang gagah berani kalau di dalam tulisan ini. Mewarisi para sultan sebelumnya, terutama Patiunus ya," kata Kasori dalam sesi diskusi daring bertajuk "Memaknai Kemerdekaan dengan Implementasi Nilai Kejuangan Ratu Kalinyamat" pada Rabu (19/8/2020).
Sumber historis menyebut, Ratu Kalinyamat merupakan istri dari Pangeran Kalinyamat atau dikenal sebagai Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut dan terdampar di pantai Jepara kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putra Sultan Mughayat Syah, Raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Ratu Kalinyamat sendiri merupakan putri Sultan Trenggono, seorang Raja Kesultanan Demak periode 1521-1546. Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana. Sejak Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak, ia memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Kasori menyebut, saat Demak runtuh dan Jepara di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat (1549-1579), keadaan Jepara mengalami titik puncak kemakmuran. Di mana berbagai kerja sama dengan pihak luar berhasil dilakukan oleh seorang pemimpin wanita.
"Kerja sama dengan Ternate, kerja sama dengan Johor, kerja sama Ratu Kalinyamat dengan Aceh. Itu sesuatu yang sudah biasa dilakukan oleh pendahulunya. (Ia) mewarisi perjuangan, kemudian kepahlawanan dari pada orang tua sebelumnya," papar dia.
Peran Mengusir Portugis
Jejak sejarah menyebut kiprah kepahlawanan Ratu Kalinyamat dalam mengusir penjajah Portugis. Kasori menjabarkan, Ratu Kalinyamat pernah menjadi duta Demak ke Kesultanan Banten saat Demak bernafsu untuk menyerang Pasuruan. Serangan ini begitu beralasan, Demak tak ingin penjajah bercokol di bumi Nusantara.
Saat itu Pasuruan memang menjadi boneka Portugis untuk berhadapan dengan Demak. Berkat lobi yang diupayakan Ratu Kalinyamat, Banten mengirimkan 40 kapal dan 7 ribu prajurit siap tempur.
Kalinyamat juga menggalang kerja sama dengan Raja Johor untuk mengusir Portugis pada tahun 1551. Tak berhenti sampai di situ, dikisahkan Kasori, Ratu Kalinyamat juga memenuhi permintaan suku Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan Portugis dan suku Hative pada 1565.
Saat itu Ambon merupakan negeri dibawah kendali Ternate dan penduduk asli di sana meminta bantuan Jepara (Kalinyamat) saat diancam Portugis.
"Dari kota pelabuhan ini pula, pada 1574 juga menyerang Portugis di Malaka. Ia mengirim armada yang besar, yaitu terdiri dari 300 buah kapal layar dengan 15 ribu prajurit pilihan yang dilengkapi perbekalan, senjata dan meriam," ungkap Kasori.
Kasori menyebut, Ratu Kalinyamat sebagai seorang tokoh wanita Indonesia yang bisa memberikan sumbangsih untuk kemajuan bangsa ini agar bisa sejajar dengan bangsa lain di dunia.
"Dan membebaskan bangsanya dari segala bentuk penjajahan, kemiskinan dan kebodohan," tegas dia.
Hal senada juga disampaikan Dosen Sejarah Universitas Negeri Malang (UM), Daya Wijaya yang mengatakan bahwa sosok Ratu Kalinyamat disebut dalam buku karya penulis Portugis, Jorge de Lemos (1585) dengan tajuk "Hystoria Dos Cercos de Malaca."
Kendati dalam buku itu tak menyebut secara harfiah nama Ratu Kalinyamat, namun sudah mengisyaratkan secara tegas bahwa itu seorang ratu dari Jepara. Buku itu dalam beberapa bab bercerita soal serangan Jepara ke Malaka yang kala itu diduduki Portugis.
"Ada sumber Inggris yang menyebut bahwa Ratu Jepara kala itu (1574-5, saat Tristao Vaz da Veiga berkuasa di Malaka) adalah Ratu Kalinyamat. Jika benar demikian, maka perwujudan Ratu Kalinyamat itu benar ada, bukan sebagai mitos. Hal ini juga dikuatkan dengan sebutan orang-orang Melayu pada waktu saat itu biasanya hanya menyebut gelar (saja)," kata Daya.
Dalam buku Lemos itu pun, kata Daya Ratu Kalinyamat hanya dijuluki "Ratu Jepara" saja tanpa embel-embel namanya.
Indonesia Belajar dari Ratu Kalinyamat
Sementara itu, Presiden Direktur Institute for Maritime Studies, Connie Bakrie meminta Indonesia di usianya yang genap 75 tahun ini untuk belajar dari Ratu Kalinyamat. Menurut Connie banyak pelajaran yang bisa digali dari kisah Ratu Jepara itu.
Bagi Connie, Ratu Kalinyamat saat itu telah berhasil melihat Selat Malaka sebagai kawasan yang strategis. Saat Ratu Kalinyamat menyerang Portugis di Malaka yang hendak memonopoli jalur perdagangan Selat Malaka, menurut Connie, dia telah melihat bahwa kawasan tersebut mesti bebas.
"Jadi Kalinyamat udah mikir ini lautan pokoknya gak boleh dikuasai siapa pun, kecuali bebas. Siapa pun boleh lewat. Jadi freedom of the sea principle udah dipegang oleh Kalinyamat," tegas dia.
Di samping itu, Connie memandang, Ratu Kalinyamat sudah memahami perimbangan kawasan. Lebih jauh lagi dia juga sudah mafhum akan peran vital dari kawasan tersebut sebagai pusat ekonomi kawasan.
"Intinya adalah antara pertahanan keamanan dengan ekonomi itu dipikir oleh Kalinyamat. Mampu memanfaatkan wilayah maritimnya, hari ini kita harus bisa juga karena kita poros maritim dunia," pungkas Connie.