Liputan6.com, Jakarta - Harga emas melonjak pada hari Jumat, sehari setelah aksi jual tajam, karena dolar AS melemah dan Federal Reserve AS mengisyaratkan strategi suku bunga rendah yang berkepanjangan.
Harga emas di pasar spot naik 1,9 persen menjadi USD 1,964,62 per ounce, mengambil keuntungan minggu ini menjadi lebih dari 1 persen. Harga turun sebanyak 2,2 persen pada hari Kamis setelah imbal hasil Treasury AS naik setelah pidato Ketua Fed Jerome Powell.
"Aksi jual yang cukup besar dalam greenback telah menopang emas," kata David Madden, analis pasar di CMC Markets Inggris seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (29/8/2020).
"The Fed mengatakan dapat membiarkan inflasi berjalan di atas target 2 persen untuk beberapa waktu. Tampaknya mereka akan menjaga kebijakan moneter mereka sangat longgar, yang akan membantu emas," tambahnya.
Dolar jatuh ke level terendah lebih dari satu minggu, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lain, dan berada di jalur untuk membukukan persentase penurunan mingguan terbesar sejak akhir Juli.
Powell mengatakan pada hari Kamis bank sentral akan mengadopsi target inflasi rata-rata, yang berarti suku bunga cenderung tetap rendah bahkan jika inflasi naik sedikit di masa depan.
Di sisi lain, bank sentral global dan pemerintah telah memompa stimulus besar-besaran ke pasar untuk menopang ekonomi yang rusak akibat virus corona, membantu emas memperoleh lebih dari 28 persen tahun ini.
"Pergeseran kebijakan Fed kemungkinan besar akan menyalakan kembali 'perdagangan inflasi', yang secara historis bullish untuk aset keras (seperti emas)," kata analis senior Kitco Metals Jim Wyckoff dalam sebuah catatan.
Suku bunga rendah cenderung mendukung emas, yang juga merupakan lindung nilai terhadap inflasi dan depresiasi mata uang.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Harga Emas Bakal Terus Naik dalam Jangka Panjang, Waktunya Investasi?
Efek pandemi telah mengubah perekonomian global, berbagai sektor terguncang, tidak lain pada logam mulia, khususnya emas. Beberapa tahap, harga emas mengalami lonjakan yang cukup tajam karena efek pandemi.
Dikutip dari Antara, Jumat (28/8/2020), harga Emas mengalami kenaikan dari level ratusan ribu Rupiah sebelum masa pandemi COVID-19 hingga mencapai Rp1 juta per gram selama beberapa pekan terakhir.
Pada potensi investasi banyak hal yang harus diperhatikan sebelum melirik sektor logam mulia ini. Sebagai instrumen investasi berbentuk aset riil, emas memang menjadi instrumen investasi yang terkenal bisa mengalahkan inflasi.
Meskipun mengalami fluktuasi secara harian, akan tetapi dalam jangka panjang harga emas terus mengalami kenaikan.
Berdasarkan data dari Lifepal.co.id ada berbagai alasan emas masih layak beli atau justru sebaliknya. Membeli emas saat ini maupun menunggu saat harganya turun sejatinya tidak masalah. Mengapa demikian?
Data dari Bullion Rates dan situs Logam Mulia, kenaikan harga emas per tahun secara rata-rata dari Agustus 2010 hingga Agustus 2020 adalah 11,8 persen.
Selain di tahun 2019 dan 2020, terjadi pula lonjakan harga emas yang cukup signifikan di tahun 2010 menuju 2011.
Memasuki Agustus 2013 hingga 2018, pergerakan harga emas justru kurang menarik meski tidak terlihat lesu. Dalam rentang waktu tersebut, rata-rata pergerakan harga emas dalam setahun justru cuma tumbuh 2 persen saja.
Pada awal bulan Agustus 2020, PT Pegadaian (Persero) menyatakan investasi emas makin diminati seiring dengan harga komoditas tersebut yang terus meningkat setiap harinya.
"Kalau di Pegadaian di antaranya ada Galeri 24 atau tabungan emas. Ini bisa untuk investasi," kata Kepala Kantor Cabang Pegadaian Cokronegaran, Solo Tri Bambang Sulistyo.