Thursday, January 30, 2020

DPR Desak Ekstensifikasi Cukai Segera Diberlakukan

0 comments

loading...

JAKARTA - Pemerintah dan DPR berencana memperluas jenis Barang Kena Cukai (BKC) selain ke produk tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol dengan menyasar produk kantong plastik dan minuman manis berkemasan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan mengatakan, DPR akan merampungkan pembahasan mengenai pengenaan cukai kantong plastik pada masa sidang DPR atau akhir April 2020. Pembahasan cukai kantong plastik antara DPR dan Pemerintah berjalan sesuai rencana. Penambahan cukai kantong plastik juga tidak mengalami permasalahan dalam diskusi antara DPR dan pemerintah.

Selain pembahasan kantong plastik, Komisi XI juga membahas revisi Undang-Undang Cukai. “Kita mendorong agar undang-undang ekstensifikasi cukai dapat diberlakukan,” ujar Fathan dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi dan Politik (FDEP) di Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Menurut dia, ekstensifikasi cukai atau perluasan BKC perlu dilakukan pemerintah agar dapat menjadi opsi pembiayaan negara untuk menghindari risiko shortfall pajak pada tahun ini. Pasalnya, penerimaan pajak 2019 mengalami shortfall atau target penerimaan pajak tidak memenuhi target. Realisasi penerimaan pajak 2019 hanya mencapai 84,4% dari target Rp1.577,56 triliun.

Baca Juga:

Adanya ekstensifikasi cukai, pemerintah mestinya mempertimbangkan perlunya kenaikan produk yang selama ini terkena cukai, terlebih karena alasan ketenagakerjaan. “Industri yang dikenakan cukai merasa lelah menjadi penopang penerimaan cukai. Adanya ekstensifikasi cukai, pemerintah dapat menggenjot penerimaan dari bidang dan aspek-aspek lain,” kata Wakil Ketua Komisi XI dari PKB.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan tarif cukai kepada hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol tak selamanya sejalan dengan kenaikan penerimaan negara. Rasio di bawah satu artinya 1% kenaikan tarif cukai hanya mampu mendorong penerimaan di bawah 1%.

“Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi akan membuat pertumbuhan penerimaan negara semakin rendah. Ketika kenaikan moderat yang terjadi maka pertumbuhan penerimaannya juga bagus," ujar Yustinus.

Penerimaan cukai yang selama ini ditopang oleh industri hasil tembakau mengalami tren penurunan produksi. “Jika tidak ada ekstensifikasi cukai pada bidang-bidang lainnya maka pendapatan negara akan terus menerus turun,” ucapnya.

Dia menyarankan pemerintah semestinya mulai melirik sumber pendapatan cukai lain. Kini, Indonesia hanya mengandalkan cukai dari industri hasil tembakau dan minuman beralkohol. Padahal, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya ada banyak obyek cukai. Thailand punya sedikitnya 11 jenis produk obyek cukai mulai dari hasil tembakau, kendaraan bermotor, kantong plastik hingga minuman berpemanis.

“Indonesia negara paling sedikit untuk jenis BKC di Indonesia. Kalah dibandingkan Laos, Myanmar, Malaysia, apalagi Thailand,” kata Yustinus.

Cukai kantong plastik sudah lama diterapkan di banyak negara. Indonesia juga sejak lama mewacanakannya. Sayangnya, cukai kantong plastik di Indonesia tidak kunjung terwujud secara nasional. Padahal, mengacu pada praktik di banyak negara, cukai kantong plastik bisa meningkatkan pendapatan negara sekaligus membantu mengurangi jumlah sampah plastik.

Selain plastik, minuman berpemanis dapat disasar untuk dikenakan cukai. Satu dari lima orang di Indonesia mengalami obesitas yang disebabkan pengonsumsian produk-produk tinggi gula. “Sedangkan obesitas adalah satu langkah menuju sakit jantung,” ucapnya.

Analis Kebijakan Ahli Muda Pusat Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Sarno menuturkan, perjalanan pengenaan cukai kantong plastik tidak ada hambatan. Selain kantong plastik, Kementerian Keuangan akan mengajukan ke DPR agar minuman berpemanis dalam kemasan juga turut dikenakan cukai.

“Jika kita mengenakan cukai pada gula di hulu itu tidak pas, lebih potensial apabila ditujukan kepada hasil turunan produknya,” kata Sarno.

(jon)

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment