loading...
Resimen Azov yang Menyerah Menanti Nasib, Akankah Dihukum Mati Rusia?. FOTO/Reuters
Seperti dilaporkan Deutsche Welle, pejabat Ukraina telah menawarkan jaminan bahwa tentara yang ditahan dapat kembali ke rumah melalui pertukaran. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky juga menyatakan harapan untuk menyelamatkan nyawa para prajurit, dengan mengatakan: "Ukraina membutuhkan pahlawan Ukraina yang masih hidup."
Baca: Pertempuran Meningkat di Donbas, Ukraina Tak Yakin Gencatan Senjata Tercapai
Namun, Rusia belum terburu-buru untuk menegosiasikan pertukaran. Ketua Duma Negara, Vyacheslav Volodin, bahkan telah melangkah lebih jauh dengan mengklaim bahwa tawanan perang Ukraina - yang ia gambarkan sebagai "penjahat Nazi" - tidak dapat diserahkan.
Pada tanggal 26 Mei, Mahkamah Agung Federasi Rusia dijadwalkan untuk memutuskan penunjukan Batalyon Azov sebagai "organisasi teroris," yang berarti larangan di Rusia. Kantor Kejaksaan Agung negara itu dilaporkan mengadakan negosiasi tertutup atas mosi yang telah disiapkan untuk tujuan itu.
Sementara itu, Leonid Slutsky - ketua Komite Duma untuk Urusan Internasional, serta bagian dari tim perunding Rusia dalam pembicaraan dengan Kiev - telah menyarankan agar anggota Batalyon Azov diadili serta mencabut moratorium hukuman mati Rusia tahun 1996. "Seluruh dunia harus melihat bahwa nasionalis Ukraina hanya pantas dieksekusi," ancamnya.
Baca: Zelensky: Perang Akan Berakhir Melalui Meja Perundingan
Menurut pakar militer Jerman dan mantan jenderal NATO Egon Ramms, menghukum mati tentara Ukraina di Rusia akan menjadi pelanggaran hukum internasional. "Para prajurit yang dievakuasi dari Mariupol, termasuk yang terluka, adalah tawanan perang," kata Ramms kepada penyiar Jerman ZDF.
"Itu mengikuti Konvensi Jenewa 1949. Ketika saya mendengar perwakilan Duma dengan keras menyatakan tentara pantas dihukum mati, perwakilan Rusia itu tampaknya sekali lagi salah menafsirkan situasi hukum," lanjutnya.